Wednesday, December 31, 2008

Makanan Selingan Balita

ANAK pada usia balita juga membutuhkan gizi seimbang yaitu makanan yang mengandung zat-zat gizi yang dibutuhkan oleh tubuh sesuai umur. Makanan seimbang pada usia ini perlu diterapkan karena akan mempengaruhi kualitas pada usia dewasa sampai lanjut.

Gizi makanan sangat mempengaruhi pertumbuhan termasuk pertumbuhan sel otak sehingga dapat tumbuh optimal dan cerdas, untuk ini makanan perlu diperhatikan keseimbangan gizinya sejak janin melalui makanan ibu hamil. Pertum-buhan sel otak akan berhenti pada usia 3-4 tahun.

Pemberian makanan balita sebaiknya beraneka ragam, menggunakan makanan yang telah dikenalkan sejak bayi usia enam bulan yang telah diterima oleh bayi, dan dikembangkan lagi dengan bahan makanan sesuai makanan keluarga.

Pembentukan pola makan perlu diterapkan sesuai pola makan keluarga. Peranan orangtua sangat dibutuhkan untuk membentuk perilaku makan yang sehat. Seorang ibu dalam hal ini harus mengetahui, mau, dan mampu menerapkan makan yang seimbang atau sehat dalam keluarga karena anak akan meniru perilaku makan dari orangtua dan orang-orang di sekelilingnya dalam keluarga.

Makanan selingan tidak kalah pentingnya yang diberikan pada jam di antara makan pokoknya. Makanan selingan dapat membantu jika anak tidak cukup menerima porsi makan karena anak susah makan. Namun, pemberian yang berlebihan pada makanan selingan pun tidak baik karena akan mengganggu nafsu makannya.

Jenis makanan selingan yang baik adalah yang mengandung zat gizi lengkap yaitu sumber karbohidrat, protein, vitamin dan mineral, seperti arem-arem nasi isi daging sayuran, tahu isi daging sayuran, roti isi ragout ayam sayuran, piza, dan lain-lain

Fungsi makanan selingan adalah

1). Memperkenalkan aneka jenis bahan makanan yang terdapat dalam bahan makanan selingan.

2). Melengkapi zat-zat gizi yang mungkin kurang dalam makanan utamanya (pagi, siang dan malam).

3). Mengisi kekurangan kalori akibat banyaknya aktivitas anak pada usia balita.

Makanan selingan yang baik dibuat sendiri di rumah sehingga sangat higienis dibandingkan jika dibeli di luar rumah.

Bila terpaksa membeli, sebaiknya dipilih tempat yang bersih dan dipilih yang lengkap gizi, jangan hanya sumber karbohidrat saja seperti hanya mengandung gula saja. Makanan ini jika diberikan terus-menerus sangat berbahaya. Jika sejak kecil hanya senang yang manis-manis saja maka kebiasaan ini akan dibawa sampai dewasa dan risiko mendapat kegemukan menjadi meningkat. Kegemukan merupakan faktor risiko pada usia yang relatif muda dapat terserang penyakit tertentu.

Cake Wortel Keju

Untuk : 20 buah
1 buah : 176 kalori

Bahan:

* 150 gr margarin

* 180 gr tepung terig* * 200 gr gula pasir

* 10 btr kuning telur

* 6 btr putih telur

* 100 gr wortel parut

* 100 gr keju parut

* 1 bks kaldu instan

Cara Membuat:

1. Mixer gula dan margarin hingga kental, masukkan kuning telur, mixer hingga rata, masukkan tepung terigu, kaldu instan, dan keju, aduk rata.

2. Sementara itu kocok putih telur hingga kaku, campur dengan adonan di atas, aduk rata.

3. Masukkan wortel parut, siapkan 9 buah cetakan bentuk ikan yang telah diolesi margarin, tuang adonan ke dalam masing-masing cetakan dan panggang dalam temperatur 180 derajat Celcius selama 30 menit, angkat.

4. Hidangkan.

Nugget Ikan

Untuk : 10 porsi
1 porsi : 127 kalori

Bahan:

* 250 gr ikan kakap

* 2 lbr roti tawar

* 2 btr telur ayam

* Garam secukupnya

* Sedikit pala

* Sedikit thyme (jika suka)

* 2 btr putih telur

* Tepung panir

* Minyak untuk menggoreng

Cara membuat:

1. Blender ikan, roti tawar dan telur, angkat.

2. Masukkan semua bumbu, aduk rata.

3. Ambil loyang, minyaki terlebih dulu, alasi dengan kertas roti lalu tuang adonan dan kukus selama lebih kurang 30 menit, angkat.

4. Setelah dingin dipotong-potong seperti bentuk jari atau bentuk binatang (sesuai selera) kemudian dipanir lalu celup ke putih telur dan dipanir lagi, setelah itu goreng dalam minyak panas sampai berwarna kecoklatan, angkat.

5. Hidangkan.

Tuesday, December 30, 2008

Saat Tepat Menyapih Bayi

Buah hati Anda sudah berusia 1 tahun, sudah mendapat makanan padat, sebaiknya juga mulai disapih dari menyusu pada Anda? Apakah tak mengurangi zat gizi yang dibutuhkannya? Tak mengurangi bonding alias ikatan batin yang bisa terbentuk lewat proses menyusui?

Bila melihat bayi usia 1 tahun sudah mulai disapih, sungguh mengherankan. Tapi disusui hingga 2 tahun, masih banyak yang melakukan Ibu-ibu di Indonesia, terutama di pedesaan masih banyak yang menyusui anaknya hingga usia 2 bahkan 3 tahun.

“Wah, kalau saya sih heran. Dua anak saya, saya sapih begitu usianya 1 tahun. Habis sudah mulai makan, jadi menyusu cuma buat main-main saja, malah menggigit-gigit. Jadi saya sapih saja,” cerita Dania tentang dua putrinya yang baru berusia 7 tahun dan 2 tahun. “Tapi, kakak saya yang tinggal di Cirebon tetap menyusui anaknya sampai usia 3 tahunan. Mau masuk TK baru disapih. Tapi katanya susahnya minta ampun.”

Menyapih bayi adalah keharusan bagi ibu yang menyusui bayinya. Bahkan bila anak mendapat susu botol, tetap harus disapih alias lepas dari botol berganti dengan media lainnya. Tetapi, pertanyaannya, kapan sih sebaiknya kita menyapih bayi, baik dari menyusu payudara maupun dari botol susu, mengingat ada yang menyapih di usia 1 tahun, 2 tahun, bahkan 3 atau 4 tahun?

Menyapih dari Payudara
Mulai usia 6 bulan bayi sudah mulai mendapat makanan tambahan. Dari bubur saring atau bubur susu hingga tim kasar dengan tambahan han lauk yang bervariasi. Pada saat itulah, terutama mulai usia 1 tahunan, ASI bukan lagi makanan utama bayi. Mulai saat ini makanan utamanya adalah makanan berupa nasi, kentang, mie, tepung-tepungan serta lauk-pauk yang bervariasi.

Kebutuhan bayi untuk tumbuh kembangnya saat ini sudah bertambah besar. ASI saja, bahkan meski ditambah susu, tak akan mencukupi kebutuhannya. la membutuhkan zat pembangun seperti karbohidrat, protein, dsb. Karena bukan lagi makanan utama, ibu boleh saja menyapih pada usia ini. Dan, mulai
memberi makanan padat yang lebih bervariasi, dengan menambahkan susu lain.

Hanya saja menyusui dari payudara sangat besar nilainya. Terutama untuk bonding atau untuk menjalin ikatan batin antara ibu dan bayi. Lebih dari itu, bonding sangat penting untuk menciptakan emosi (baca: kecerdasan emosi) akibat perasaan nyaman dan aman yang diperolehnya saat ia menyusui. Jadi, bila Anda memutuskan untuk tak cepat-cepat menyapih buah hati Anda, itu pun keputusan yang tepat. Anda masih baik bila tetap menyusuinya hingga usianya 2 tahun. Namun, setelah usia 2 tahun, sebaiknya segera menyapihnya. Karena, sekali lagi, ASI hanyalah makanan tambahan saja. Bahkan bisa dikatakan sudah tidak mengandung zat gizi yang berarti. Hanya berfungsi sebagai minuman saja. Semakin besar usia bayi, semakin tak ada sama sekali zat gizinya. Jadi, kenapa tak disapih saja.

Menyapih dari Botol
Bila bayi minum susu dari botol? Tak perlu cepat-cepat menyapihnya bukan? Toh tak bikin geli atau sakit putting payudara. Tak apa kan bila si kecil masih menyusu bahkan sampai usia 4 atau 5 tahun nanti? Proses menyapih menurut pengalaman beberapa ibu memang cukup sulit. Tapi, menyapih si kecil dari botol pada, usia 4 atau 5 tahunan, karena alasan sulit misalnya, bukanlah tindakan bijak. Sebaliknya, Anda harus segera menyapihnya. Bila memungkinkan disapih pada usia 1,5 tahunan, lebih baik. Bila tidak pun, Anda harus punya batas waktu untuk menyapihnya.

Usia 2 tahunan sebaiknya menjadi batas akhir bagi si kecil untuk lepas dari botol susunya. Mengapa? Sebab, mulai usia itulah berkurangnya ‘kelenturan’ bayi. Makin lama minum dari botol membuatnya sulit melatih diri minum lewat gelas, padahal itu diperlukannya dalam hidupnya yang makin besar.

Selain itu, minum susu dari botol bagi bayi sungguh lebih menyenangkan dan lebih mudah daripada makan makanan padat. Bisa sambil main, sambil tiduran, bahkan sambil tidur betulan. Otomatis jumlahnya juga lebih banyak. Bedakan dengan makan makanan padat yang harus khusus waktunya, kerapkali mengganggu keasyikannya bermain.

Tetapi, sekali lagi makin lama Anda menunda menyapihnya dapat mengganggu selera makannya. Peminum dari botol akan lebih banyak mengkonsumsi susu atau sari buah lebih dari yang diperlukannya. Membuatnya kebanyakan gula dan akhirnya dapat mengalami kegemukan. Begitu juga, akhirnya dapt mengganggunya mengonsumsi makanan padat.

Lebih dari itu, diakui para ahli kesehatan, anak yang lebih lama minum dari botol memiliki sejumlah resiko kesehatan. Bayi senang minum susu botol sambil berbaring, atau sambil tidur bukan? Konon dapat memicu infeksi telinga lho. Mungkin saja ada air susu atau sari buah yang menetes dan mengalir ke dalam telinganya. Lalu, resiko kesehatan gigi. Bagi anak-anak yang sudah mulai memiliki beberapa gigi, ini disebut “sindroma susu botol.” Ini terjadi ketika susu atau sari buah atau cairan pemanis lainnya menggenangi mulut anak secara rutin. “Gula” (fruktosa dalam susu, laktosa dalam sari buah), dipecah oleh bakteri dan membentuk asam, yang dapat melunakkan permukaan email gigi, menyebabkan lubang gigi.

Bila risikonya besar, masihkah Anda menunda-nundanya dari menyapih? Sebaiknya jangan. Selambatnya di usia 2 tahun, mulailah menyapihnya dari botol.

Monday, December 29, 2008

Stimulasi Dini Balita

Apa sih stimulasi dini ? Stimulasi dini adalah rangsangan yang dilakukan sejak bayi baru lahir, bahkan lebih disarankan dilakukan sejak janin di dalam kandungan berusia 6 bulan. Stimulasi ini dilakukan setiap hari.

Apa manfaat dari stimulasi dini ? Stimulasi dini ini bermanfaat untuk merangsang semua sistem panca indera, dari pendengaran, penglihatan, perabaan, pembauan sampai pada pengecapan.

Rangsangan yang dilakukan sejak lahir, terus menerus, bervariasi dan dengan suasana bermain dan kasih sayang, akan memacu berbagai aspek kecerdasan (kecerdasan mulitpel), yaitu kecerdasan logika-matematik, emosi, komunikasi, musikal, gerak, visuo-spasial, senirupa dan lain-lain.

Bagaimana cara melakukan stimulasi dini? Stimulasi dini dilakukan dengan menyesuaikan sesuai kelompok umur bayi dan balita, yaitu:

0-3 bulan: Mengusahakan rasa nyaman, aman dan menyenangkan. Memeluk, menggendong, menatap mata bayi, mengajak tersenyum, berbicara, membunyikan berbagai suara atau musik bergantian. Menggantung dan menggerakkan benda-benda berwarna mencolok, benda-benda berbunyi. Menggulingkan bayi ke kanan-kiri bergantian, tengkurap-telentang. Dan juga dirangsang untuk meraih dan memegang mainan.

3-6 bulan: Ditambah dengan bermain “cilukba�, melihat wajah bayi dan pengasuh di cermin. Dirangsang untuk tengkurap, telentang bolak-balik dan duduk.

6-9 bulan: Ditambah dengan memanggil namanya, mengajak bersalaman dan tepuk tangan. Mulai membacakan dongeng, merangsang duduk dan dilatih berdiri berpegangan.

9-12 bulan: Ditambah dengan mengulang-ulang menyebutkan mama-papa, kakak. Memasukkan mainan ke dalam wadah, minum dari gelas, menggelindingkan bola. Sudah mulai dilatih berdiri dan berjalan dengan berpegangan.

12-18 bulan: Ditambah dengan latihan mencoret-coret menggunakan pensil warna, menyusun kubus, balok-balok, potongan gambar sederhana. Memasukkan dan mengeluarkan benda-benda kecil dari wadahnya, bermain dengan boneka, sendok, piring, gelas, teko, sapu, lap. Latihlah berjalan tanpa berpegangan, berjalan mundur, memanjat tangga, menendang bola dan melepas celana. Mengerti dan melakukan perintah-perintah sederhana (mana bola, pegang ini, masukan itu, ambil ini). Menyebutkan nama atau menunjukkan benda-benda.

18-24 bulan: Ditambah dengan menanyakan, menyebutkan dan menunjukkan bagian-bagian tubuh (mana mata? hidung? telinga? mulut? dll). Menanyakan gambar atau menyebutkan nama binatang dan benda-benda di sekitar rumah. Mengajak bicara tentang kegiatan sehari-hari (makan, minum, mandi, main, minta dan lain-lain), latihan menggambar garis-garis, mencuci tangan, memakai baju dan celana, bermain lempar bola dan melompat

2-3 tahun: Ditambah dengan mengenal dan menyebutkan warna, menggunakan kata sifat (besar-kecil, panas-dingin, tinggi-rendah, banyak-sedikit dan lain-lain). Menyebutkan nama-nama teman, menghitung benda-benda, memakai baju, menyikat gigi, bermain kartu, boneka, masak-masakan, mobil-mobilan. Menggambar garis, lingkaran, manusia. Latihan berdiri 1 kaki, buang air kecil dan besar di toilet.

3 tahun ke atas: Selain mengembangkan kemampuan-kemampuan umur sebelumnya, stimulasi juga diarahkan untuk kesiapan sekolah, antara lain: memegang pensil dengan baik, menulis, mengenal huruf dan angka, berhitung sederhana, mengerti perintah sederhana (buang air kecil/besar di toilet) dan kemandirian (ditinggalkan di sekolah), berbagi dengan teman-teman dan lain-lain. Perangsangan dapat dilakukan di rumah (oleh orangtua, pengasuh dan keluarga lainnya) namun dapat pula di Kelompok Bermain (Play Group), Taman Kanak-kanak atau sejenisnya.

Selamat mencoba dan terus berusaha….

Sunday, December 28, 2008

Toilet Training Sejak Dini

Hal yang menyebalkan sekaligus menggemaskan buat orangtua ketika anaknya buang air kecil atau buang besar di lantai yang sudah bersih. Atau pipis di kasur yang kain penutupnya bare diganti dengan yang bersih dan wangi. Akibatnya, cucian bekas ompol menumpuk yang seakan-akan menghantui Anda, karena tumpukan itu tidak pemah berkurang. Kalau bukan karena sayang anak dan sadar risiko menjadi orangtua ingin marah-marah terus rasanya.

Usia 3 Tahun Masih Wajar
Kebiasaan mengompol pada anak di bawah usia 2 tahun merupakan hal yang wajar, bahkan ada beberapa anak yang masih mengompol pada usia 4-5 tahun dan sesekali terjadi pada anak 7 tahun. Anak di bawah usia 2 tahun mengompol karma belum sempumanya kontrol kandung kemih atau toilet trainingnya.

Ada beberapa penelitian dan literatur yang menyebutkan kira-kira setengah dari anak umur 3 tahun masih mengompol. Bahkan beberapa ahli menganggap bahwa anak umur enam tahun masih mengompol itu wajar, walaupun itu hanya dilakukan oleh sekitar 12 % anak umur 6 tahun. Tapi, bukan berarti anak tidak diajarkan bagaimana cara benar untuk buang air kecil (BAK) dan buang air besar (BAB) yang benar dan di tempat yang tepat bukan? Karena kita juga harus memperhitungkan masa sekolah anak, di mana biasanya ketika sudah bersekolah ada tuntutan bagi anak untuk tidak lagi pipis sembarangan.

Toilet training merupakan cara untuk melatih anak agar bisa mengontrol buang air kecil (BAK) dan buang air besar (BAB). Dengan toilet training diharapkan dapat melatih anak untuk mampu BAK dan BAB di tempat yang telah ditentukan. Selain itu, toilet training juga mengajarkan anak untuk dapat membersihkan kotorannya sendiridan memakai kembali celananya, demikian menurut Siti Mufattahah, S.Psi; Psikolog dan staf pengajar dari Jurusan Psikologi Universitas Gunadarma, Depok.

Bisa Dimulai Sejak Usia 2 Bulan
Memang untuk mengajarkan toilet training pada anak gampang-gampang susah. Namun demikian sebagai orangtua tetap perlu mengajarkan pada anaknya. Untuk mengajarkan toilet training pada anak bisa dimulai sejak usia 1 sampai 3 tahun. Pada saat usia tersebut, si anak harus mampu melakukan toilet training. Jika si anak tidak mampu melakukan toilet training sendiri boleh jadi anak pernah mengalami hambatan.

Cara orangtua mendidik anaknya agar terbiasa untuk dapat pipis atau BAB sesuai waktunya, stimulasinya bisa dimulai sejak usia 2 bulan. Caranya, orangtua bisa memeriksa popoknya atau mengganti popoknya setelah basah. Karena orangtua sebagai orang yang terdekat dengan anaknya mengetahui kapan waktu anaknya BAK atau pun BAB.

Apabila anak sejak usia 2 bulan tidak mampu diajarkan toilet training, tidak ada salahnya anak diajarkan saat usia 1 tahun. Perlu diingat anak pada usia 1 tahun mengalami fase anal. Pada fase ini anak mencapai kepuasan melalui bagian anus. Fase kepuasan ini berhubungan dengan kebersihan dan jadwal kedisiplinan.

Jadi, seorang anak minimal sudah diajarkan sejak usia 1 tahun. Bila anak diajarkan ketika berusia lebih dari 3 tahun dikhawatirkan akan agak susah mengubah perilaku anak. Selain itu, bila anak sudah lebih dari 3 tahun belum mampu untuk toilet training, boleh jadi ia mengalami kemunduran. Karena pada saat usia 1 sampai 3 tahun ia belum mampu melakukan buang air sesuai dengan waktu dan tempat yang telah ditentukan. Akibatnya, anak bisa menjadi bahan cemoohan teman-temannya.

Anak usia 4 tahun yang tidak mampu BAK atau BAB sesuai waktu dan tempat yang telah disediakan boleh dianggap kurang wajar. Tetapi pada usia tiga tahun masih dianggap wajar bila BAK atau BAB di celananya. Namun begitu, bukan berarti orangtua membiarkan saja. Berilah pengertian pada anak bahwa cara yang dilakukan tidaklah tepat.

Masalah kemandirian anak BAK dan BAB boleh dikatakan tidak ada perbedaan antara anak wanita dan laki-laki. Biasanya anak wanita lebih penurut, maka ia akan lebih cepat diajarkan untuk toilet training dibanding anak laki-laki. Namun demikian untuk mengajarkan toilet training pada laki-laki pun harus bisa.

Tanda si Kecil Siap
Beberapa tanda si kecil siap melakukan toilet training:

1. Tidak mengompol beberapa jam sehari, atau bila ia berhasil bangun tidur tanpa mengompol sedikit pun, -
2. Waktu buang airnya sudah bisa diperkirakan,
3. Sudah bisa memberitahu bila celana atau popok sekali pakainya sudah kotor ataupun basah.
4. Tertarik dengan kebiasaan masuk k€e dalam toilet, seperti kebiasaan orang-orang lain di dalam rumahnya.
5. Minta untuk diajari menggunakan toilet.

Tahapan Toilet Training

Mengajarkan toilet training memerlukan beberapa tahapan:

Biasakan menggunakan toilet pada buah hati untuk buang air.
Mulailah dengan membiasakan anak masuk ke dalam WC. Latih si kecil untuk duduk di toilet meski dengan pakaian lengkap. saat si kecil sedang membiasakan diri di toilet, Anda dapat menjelaskan kegunaan toilet. Nah, agar si kecil tidak takut di toilet, Anda dapat menemaninya sambil membacakan buku atau menyanyikan lagu kesayangannya.

Lakukan secara rutin pada si kecil ketika terlihat ingin buang air.
Sejak si kecil terbiasa dengan toiletnya, ajaklah ia untuk menggunakannya. Biarkan ia duduk di toilet pada waktu-waktu tertentu setiap hari, terutama 20 menit setelah bangun tidur dan seusai makan. Bila pada waktu-waktu itu, si kecil sudah duduk di toilet namun tidak ingin buang air, ajak ia segera keluar dari toilet. Bila sekali-sekali ia mengompol, itu merupakan hal yang normal. Anda juga tak perlu khawatir dan memaksanya bila si kecil kadang-kadang mogok dan tak mau ke toilet.

Pujilah bila ia berhasil, meskipun kemajuannya tidak secepat yang anda inginkan
Bila si anak mengalami kecelakaan segera bersihkan dan jangan menyalahkannya. Jadilah model yang baik, agar si kecil lebih mudah mengerti. Contohkan padanya bagaimana menggunakan toilet sehari-hari.

Saturday, December 27, 2008

Aktivitas Seni, Rangsang Kreatifitas Anak

Sejak di play group atau taman bermain, anak umumnya sudah diperkenalkan pada kegiatan seni yang sederhana. Mulai dari mewarnai, menggambar atau membuat kolase atau tempel-tempelan. Tapi benarkah aktivitas seni merangsang daya kreatifitas anak? Apakah hanya kegiatan seni yang punya peran merangsang kreatifitas anak?

Alangkah bangganya Nadira pada perkembangan putrinya, Nalwa (4 tahun) yang kini sudah pandai mewarnai dengan rapi dan indah. Memang sejak usia 3 tahun, Nalwa sudah dimasukkan ke taman bermain yang kebetulan dekat rumah. Alasannya, agar Nalwa punya kegiatan dan tidak hanya ngendon di rumah yang tidak membuatnya kreatif.

Kini alasan itu terbukti. Jika Nalwa mewarnai fldak ada lagi wama yang keluar dari garisnya. Selain itu dia juga terlihat mahir memainkan padanan warna bahkan tebal tipis nya pun sudah dikuasainya. “Duhh… cantiknya gambar putri mama,” seru Nadira begitu Nalwa memperlihatkan gambar bunga dan kupu-kupu yang bare saja selesai diwamainya Sejak pandai mewarnai, dalam pandangan Nadira, banyak kemajuan yang telah di capai oleh Nalwa.

Jika melihat kertas kosong inginnya selalu menggambar. Tak hanya itu, Nalwa jarkan untuk berpikir dan mengolah masalah dari sudut seni yang tidak kaku, terbuka terhadap berbagai masukan, sehingga dapat menyelesaikan masalah dengan cara yang unik. “Seni mengajarkan anak pada keleluasaan cara berpikir, ide-ide kreatif hingga memandang sesuatu dari yang orisinal, bahkan kemampuan untuk mencari penyelesaian masalah atau problem solving,” urai Rosdiana.

Namun disayangkan Rosdiana, banyak orang yang hanya terpaku pada kegiatan seni saja untuk merangsang kreatifitas anak. Dukungan dari lingkungan, katanya, juga sangat berperan dalam membangun pondasi kreatifitas ini. “Kegiatan lain seperti olah raga, bela diri, dapat mengajarkan anak untuk mengendalikan emosi,” papar Rosdiana yang aktif di Klinik Mutiara Gading, Kelapa Gading, Jakarta Utara. Seri bela diri dapat mengolah emosi terutama bagi anak yang pemarah, tidak sabaran atau cengeng.

Seni bela diri seperti pencak silat atau taekwondo dan sejenisnya juga memiliki pengaruh besar dalam menyalurkan amarah dan rasa malu. Kedua seni ini sama-sama mengajarkan kebersamaan, kerja sama dan pengendalian diri.

Dengan dukungan dan rangsangan penuh dari lingkungan, maka kreatifitas anak akan muncul. Contohnya, jika anak memilih wama kuning atau coklat pada daun yang akan -diwamainya, jangan salahkan atau langsung menyuruhnya mengganti dengan warna hijau. Barangkali anak sedang berimajinasi bahwa tidak semua daun berwama hijau. Memaksanya untuk mengganti karena beranggapan bahwa wama daun harus hijau, sama artinya memasung kreatifitasnya. Pada akhirnya jika hal itu sering Anda lakukan, kreatifitas anak akan terhenti. “Malas ah, paling nanti mama akan menyalahkan.”

Banyak manfaat yang dapat diambil dari kegiatan seni. Manfaat tersebut tentunya akan berguna juga dalam kehidupan sehari-hari. Kesuksesan anak tidak hanya di ukur dari skor IQ yang tinggi saja. Kehidupan ini tidak di nilai oleh IQ tapi lebih pada kecerdasan seseorang dalam mengolah diri dan lingkungannya Oleh karena itu saran Rosdiana, amat menyedihkan jika anak yang cerdas tidak diberi sentuhan seni. Rosdiana mengakui berdasarkan penelitian, anak yang tumbuh tanpa dibarengi dengan kemampuan seni maka kehidupannya akan menjadi gersang. Anak menjadi kaku, ddak hanya dalam berinteraksi dengan lingkungan tapi juga dalam memandarig persoalannya. “Prosentase keberhasilan seseorang 77 hingga 80% ditentukan oleh Emosional Quation-baru selebihnya Intelegence Quation,” tegasnya. Jika penelitian berkata demikian akankah Anda berpikir sempit tentang ragam kreatifitas seni?

Friday, December 26, 2008

IQ Bukan Kunci Kecerdasan

Bila bicara mengenai kecerdasan seorang anak, mungkin Anda langsung akan menghubungkannya dengan Intelligence Quotient, atau yang lebih dikenal dengan IQ. IQ ini seringkali menjadi panduan kecerdasan seseorang untuk masuk sekolah atau diterima kerja. Anda sendiri pun mungkin sudah sangat akrab dengan tes-tes semacam yang bertujuan sama, yaitu mengetahui skor IQ.

Si buyung dan si upik pun saat masuk sekolah biasanya akan melewati tes IQ sebagaimana juga Anda dulu. Bila skornya cukup tinggi dan di atas rata-rata, bolehlah Anda berbangga hati. Orang tua mana sih yang tidak bangga bila tes IQ buah hatinya menunjukkan angka yang tinggi Nah bagaimana bila skor IQ-nya hanya sebatas rata-rata saja? Janganlah dulu berkecil hati, apalagi sampai menghukum si kecil yang baru saja mau masuk sekolah dengan setumpuk buku-buku pelajaran. Hidup seseorang tidak sepenuhnya bergantung pada IQ kok!

Untuk menggolongkan kecerdasan buah hati, IQ bukanlah satu-satunya patokan utama yang mendasarinya. Biasanya skor IQ hanyalah dipergunakan untuk seperti diatas biasanya adalah nilai untuk mengukur kecerdasan akademik atau IQ verbal anak, yaitu kemampuan anak untuk belajar dengan cepat dengan cara membaca dan menulis.

Setiap anak pada dasarnya adalah cerdas. Namun kecerdasan apa yang paling menonjol dari Anda berbeda-beda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kecerdasan manusia tidak hanya meliputi kecerdasan intelektual belaka. Kecerdasan anak Anda bisa jadi termasuk dalam Multiple Intelligence . Coba perhatikan, pasti minimal salah satu dari 9 jenis kecerdasan di bawah ini ada pada buah hati Anda..

1. Linguistik Verbal
Kecerdasan yang biasanya dipakai oleh institusi pendidikan
untuk mengukur IQ seorang anak, seperti yang dijelaskan
di atas. Biasanya berkisar pada kemampuan menggunakan kata-kata secara efektif.

2. Numerik
Kecerdasan yang berhubungan angka atau matematika, termasuk juga kemahiran menggunakan logika.

3. Spasial
Kecerdasan gambar dan visualisasi yang berhubungan dengan kreatifitas seperti seni dan desain.

4. Kinestetik-Jasmani
Kecerdasan yang berhubungan dengan kemampuan fisik seperti olahraga dan gerak pada atlet dan penari. Termasuk juga orang yang cepat belajar dengan cara melihat, menyentuh dan mengerjakan sesuatu secara langsung.

5. Naturalis
Kecerdasan yang dimiliki oleh orang yang mampu berhubungan dengan alam seperti tumbuh-tumbuhan, binatang, seperti misalnya pelatih binatang.

6. Interpersonal
Kecerdasan dimana ia mampu memahami dan berkomunikasi dengan mudah dengan orang lain.

7. Intrapersonal
Kemampuan untuk mengatahui kelebihan dan kekurangan termasuk mengendalikan dan mengatur dirinya sendiri. Kecerdasan ini juga sering disebut dengan kecerdasan emosi atau emotional intelligence . Daniel Goleman , di dalam bukunya yang berjudul “Emotional Intelligence”, mengatakan bahwa kecerdasan emosi ini adalah yang terpenting dari kecerdasan yang lain.

8. Musikal
kemampuan menyanyikan lagu, mengingat melodi, peka irama atau sekedar menikmati musik

9. Moral
kemampuan untuk memiliki nilai-nilai dan norma yang ada di masyarakat dan menerapkannya dengan baik pada keseharian.

Bukan mustahil bila buah hati Anda memiliki berbagai kecerdasan sekaligus. Jadi, berikan kesempatan anak anda untuk melakukan sebanyak mungkin kegiatan yang bervariasi, sehingga dia akan menemukan kegiatan yang paling sesuai untuk dirinya. Good luck!

Sunday, December 21, 2008

Viagra untuk Mengobati Penyakit Paru-paru Bayi..?

Sebuah majalah kesehatan menyebutkan para dokter telah memberi beberapa bayi obat Viagra untuk menyelamatkan mereka dari kondisi penyakit paru-paru yang mengancam kehidupan mereka, sekali pun obat tersebut belum diujicobakan pada anak-anak secara luas.

Isi majalah yang dikutip Reuters itu menyebutkan bahwa obat yang diproduksi perusahaan farmasi terbesar di Amerika Serikat, Pfizer, itu telah digunakan untuk merawat sejumlah kecil anak-anak yang mengalami Pulmonary Hypertension (PHT), sejenis penyakit hipertensi paru-paru, di India, Amerika Serikat (AS), Kanada dan Inggris dengan hasil yang cukup menjanjikan.

"Berbagai kritik telah disampaikan sebagai bentuk penyesalan serius atas kenyataaan bahwa: tidak ada uji klinis yang diambil untuk penggunaan obat tersebut dan adanya perbedaan luas mengenai dosis pemakaian obat tersebut," kata seorang ilmuwan dalam majalah tersebut yang mengemukakannya secara online.

Sekalipun obat tersebut telah direkomendasikan untuk mengobati kelemahan seksual, para dokter telah menemukan bahwa obat tersebut telah membantu para bayi yang menderita PHT, yang sedikitnya menyerang sekitar 28,000 anak dan 250,000 orang dewasa di Amerika Serikat saja.

Majalah itu menyebutkan, para orang dewasa yang menderita PHT telah didaftarkan dalam ujicoba klinis atas penggunaan obat tersebut. Beberapa studi yang dilakukan pada anak-anak dapat dimulai pada bulan-bulan mendatang.

Juru bicara dari Pfizer mengatakan bahwa perusahaan kini sedang mempertimbangkan penggunaan oabat tersebut untuk mengobati PHT, namun belum dapat memberikan komentar mengenai hasil setiap uji klinis yang dilakukan. "Kami secara serius menyelidiki penggunaan Viagra untuk mengobati pasien penderita PHT," jelas ilmuwan itu pada Reuters.

Viagra awal mula dikembangkan untuk mengobati kejang jantung guna membuka pembuluh darah, ketika kemudian para dokter dan pasien menemukan pengaruh obat tersebut terhadap pengobatan masalah seksual kaum pria.

PHT adalah penyakit pembuluh darah yang tidak berfungsi pada paru-paru. Pada bayi yang memiliki masalah pembuluh baru yang digunakan untuk sirkulasi janin itu gagal menutup sesudah kelahiran, yang mengakibatkan anak tersebut kekurangan oksigen.

Bayi yang mengalami PHT biasanya diletakkan pada ventilator. Atitute of Medical Sciences di Kochi, India, mengaku telah merawat bayi perempuan berusia delapan jam dengan obat tersebut setelah gagal melakukan perawatan dengan berbagai macam obat sebelumnya.

"Anak itu sembuh dalam waktu 48 jam dan dalam waktu satu minggu dua bayi baru lahir lainnya selamat dengan perawatan yang sama," kata Dr. PK Rajiv kepada majalah tersebut.

Penggunaan Viagra pada bayi menyoroti masalah pemberian obat yang dijinkan untuk orang dewasa untuk diberikan pada anak-anak. Sedikit sekali obat yang diujikan pada bayi dan anak-anak, karena biaya ujicoba itu tidak efektif bagi perusahaan farmasi dan para orangtua seringkali keberatan bila anak mereka menjalani uji klinis untuk perawatan ujicoba.

Kemungkinan reaksi anak-anak terhadap obat tersebut berbeda dengan orang dewasa. Penetapan jumlah dosis yang tepat untuk bayi juga sulit dan bayi-bayi itu dapat lebih rentan terhadap pengaruh racun, karena hati (liver) dan ginjal mereka belum berkembang. (Reuters/Ant/zrp).

Sumber: kompas

Saturday, December 20, 2008

Nutrisi Otak Agar Anak Cerdas

Pastikan Anda memberikan nutrisi yang cukup untuk otak si kecil agar ia tumbuh sehat dan juga cerdas karena dengan kekurangan salah satu nutrisi tersebut akibatnya perkembangan sistem saraf pusat dan kemampuan kognitif di masa selanjutnya pun akan turut terpengaruh (menurut suatu penelitian yang dipublikasikan dalam British Medical Journal, Inggris, tahun 2001).

Agar si kecil tumbuh sehat juga cerdas maka Kebutuhan yang diperlukan antara lain Lemak Pembangunan Otak, Lemak, terutama asam lemak (DHA dan ARA), adalah salah satu nutrisi yang penting untuk pertumbuhan otak dan mata si kecil. Kekurangan kedua jenis asam lemak esensial itu saat lahir berkorelasi dengan berat badan yang rendah, lingkar kepala yang kecil, dan ukuran plasenta yang rendah. Akibatnya perkembangan sistem saraf pusat dan kemampuan kognitif di masa selanjutnya pun turut terpengaruh. menurut suatu penelitian yang dipublikasian dalam Brithis Medical Journal, Inggris, tahun 2001.

Untuk mencukupi kebutuhan tersebut, berikan ASI seoptimal mungkin untuk si kecil. Sebab ASI terbukti mengandung asam lemak yang dibutuhkan otak untuk bisa berkembang. Dari studi yang dilakukan di The University of Kentucky Chandler Medical Center, Amerika Serikat, terbukti IQ bayi yang diberi ASI jauh lebih tinggi dibanding dengan yang tidak diberi ASI. Dan, pada saat anak mulai diberikan makanan padat, kebutuhan asam lemak itu bisa Anda penuhi dengan memberikan ikan, telur bebek, susu yang diperkaya DHA dan ARA, atau minyak jagung.

Karbohidrat Bahan Bakar Otak Glukosa dari makanan yang kaya karbohidrat merupakan bahan bakar otak yang amat penting agar otak berfungsi optimal. Proses pengolahan informasi dan mengingat dapat berjalan dengan baik dengan terpenuhinya kebutuhan glukosa otak tersebut. Ini semua bisa didapatkan dengan memberikan anak berbagai jenis kacang-kacangan, kentang, buah-buahan seperti pisang, sawo, serta sayur-sayuran misalnya singkong dan daun ubi jalar.

Sedangkan untuk Protein Pembentukan Neurotransmiter adalah senyawa asam amino yang berperan terhadap proses pengolahan informasi di otak. Kadar ini sendiri amat berpengaruh terhadap seberapa banyak protein yang ada dalam makanan yang dikonsumsi sehari-hari Kebutuhan ini bisadidapat dari ikan, daging, keju, yogur dan kacang-kacangan Sedangkan kebutuhan Buah-buahan, Sayur-sayuran yang diperkaya antioksidan amat diperlukan untuk melindungi otak dari proses kerusakan sel-sel otak yang dapat menyebabkan kesulitan dalam mengingat, seperti proses belajarpun jadi lamban.


Majalah Lisa

Friday, December 19, 2008

Kapan Anak Belajar Bahasa Inggris?

Ada anggapan, semakin muda usia semakin mudah anak belajar bahasa daripada orang dewasa. Ada pula yang berpendapat, belajar bahasa asing sejak dini bukan jaminan. Sementara yang lain bilang, keberhasilan belajar bahasa asing sangat ditentukan oleh motif atau kebutuhan berkomunikasi dalam lingkungannya. Mana yang benar? E. Kosasih, mahasiswa Pengajaran Bahasa pada Program Pascasarjana IKIP Bandung, dan wartawan Intisari A. Hery Suyono menuturkannya berikut ini.

Belakangan ini aneka kursus bahasa asing, terutama Inggris, kian semarak. Tidak hanya untuk orang dewasa, tetapi juga anak-anak. Lembaga persekolahan pun tak mau ketinggalan zaman. Pengajaran bahasa Inggris yang semula hanya dikenal di tingkat SMTP, kini diberikan kepada siswa SD, bahkan murid Sekolah Taman Kanak-Kanak.

Fenomena seperti itu antara lain terpacu oleh obsesi orang tua yang menghendaki anaknya cepat bisa berbahasa asing. Mereka berpandangan, semakin dini anak belajar bahasa asing, semakin mudah ia menguasai bahasa itu.
Lalu, bagaimana pendapat para pakar bahasa?

Masa emas belajar bahasa

Beberapa pakar bahasa mendukung pandangan "semakin dini anak belajar bahasa asing, semakin mudah anak menguasai bahasa itu". Misalnya, McLaughlin dan Genesee menyatakan bahwa anak-anak lebih cepat memperoleh bahasa tanpa banyak kesukaran dibandingkan dengan orang dewasa.

Demikian pula Eric H. Lennenberg, ahli neurologi, berpendapat bahwa sebelum masa pubertas, daya pikir (otak) anak lebih lentur. Makanya, ia lebih mudah belajar bahasa. Sedangkan sesudahnya akan makin berkurang dan pencapaiannya pun tidak maksimal.

Dr. Bambang Kaswanti Purwo, ketua Program Studi Linguistik Terapan Bahasa Inggris, Universitas Katolik Atma Jaya, Jakarta, dalam tulisannya Pangajaran Bahasa Inggris di SD dan SMTP, menyebut bahwa usia 6 - 12 tahun, merupakan masa emas atau paling ideal untuk belajar bahasa selain bahasa ibu (bahasa pertama). Alasannya, otak anak masih plastis dan lentur, sehingga proses penyerapan bahasa lebih mulus.

Lagi pula daya penyerapan bahasa pada anak berfungsi secara otomatis. Cukup dengan pemajanan diri (self-exposure) pada bahasa tertentu, misalnya ia tinggal di suatu lingkungan yang berbahasa lain dari bahasa ibunya, dengan mudah anak akan dapat menguasai bahasa itu. Masa emas itu sudah tidak dimiliki oleh orang dewasa.

Namun, bukan berarti orang dewasa tidak mampu menguasai bahasa kedua (bahasa asing). Lenneberg mengemukakan, orang dewasa dengan inteligensia rata-rata pun mampu mempelajari bahasa kedua selewat usia 20 tahun. Bahkan ada yang mampu belajar berkomunikasi bahasa asing pada usia 40 tahun.

Kenyataan itu tidaklah bertentangan dengan hipotesis mengenai batasan usia untuk penguasaan bahasa karena penataan bahasa pada otak sudah terbentuk pada masa kanak-kanak. Hanya saja lewat masa pubertas terjadi "hambatan pembelajaran bahasa" (language learning blocks). "Jadi, maklum bila belajar bahasa selewat masa pubertas, justru lebih repot daripada ketika usia lima belas atau lima tahun," ujar Bambang.

Pada penguasaan bahasa pertama dikenal istilah "masa kritis" (critical period). Pada penguasaan bahasa kedua (bahasa asing) terdapat istilah "masa peka" (sensitive period). Berdasarkan penelitian Patkowski, masa peka penguasaan sintaksis bahasa asing adalah masa sampai usia 15 tahun. Anak yang dihadapkan pada bahasa asing sebelum usia 15 tahun mampu menguasai sintaksis bahasa asing seperti penutur asli. Sebaliknya, pada orang dewasa hampir tak mungkin aksen bahasa asing dapat dikuasai.

Lebih detail dipaparkan oleh peneliti lain. Penelitian Fathman terhadap 200 anak berusia 6 - 15 tahun yang belajar bahasa Inggris sebagai bahasa kedua di sekolah di AS, menunjukkan bahwa anak yang lebih muda (usia 6 - 10 tahun) lebih berhasil pada penguasaan fonologi (tata bunyi) bahasa Inggris. Sedangkan pada anak lebih tua (11 - 15 tahun) lebih berhasil pada penguasaan morfologi (satuan bentuk bahasa terkecil) dan sintaksisnya (susunan kata dan kalimat).

Masih tentang penguasaan aspek tertentu dari bahasa asing dalam kaitannya dengan faktor usia, Scovel menyebutkan, kemampuan untuk menguasai aksen bahasa asing berakhir sekitar usia 10 tahun. Sedangkan penguasaan kosa kata dan sintaksis, menurut catatannya, tidak mengenal batasan usia.

Pro-kontra periode kritis
Masa ideal anak belajar bahasa bertolak dari apa yang disebut periode kritis bagi penguasaan bahasa ibu. Periode kritis sebenarnya masih berupa hipotesis bahwa dalam perjalanan hidup manusia terdapat jadwal biologis yang menentukan masa-masa kegiatan seseorang (Brown, 1994).

Periode kritis sering dihubung-hubungkan dengan proses pembelahan antara otak kiri dengan otak kanan. Hasil penelitian neurologis menyebutkan, pada usia menjelang dewasa, fungsi-fungsi kemanusiaan terbagi atas dua bagian. Fungsi intelektual, logika, analisis, dan kemampuan berbahasa berada pada otak bagian kiri. Sedangkan fungsi yang berhubungan dengan emosi dan fungsi lain yang bersifat sosial dikendalikan oleh belahan otak kanan. Ketika memasuki proses pembelahan otak itulah, menurut para pakar anatomi bahasa, masa peka bahasa itu berlangsung.

Setelah proses "penyebelahan" (lateralization) otak selesai, menurut hipotesis Lenneberg, perkembangan bahasa cenderung menjadi "beku". Keterampilan dasar yang belum dapat dicapai pada masa itu (kecuali untuk artikulasi) biasanya akan tetap tidak sempurna.

Kapan tepatnya proses terjadinya masa pembelahan otak, masih terdapat ketidaksepakatan di antara para ahli. Pandangan-pandangan yang berseberangan antara lain dikemukakan oleh Sorenson dan Jane Hill.

Menurut penelitian Sorenson terhadap suku Tukaro di Amerika Selatan, menjelang usia dewasa masyarakat Tukaro paling tidak sudah menguasai dua atau tiga dari 24 bahasa yang biasanya mereka pergunakan. Yang lebih mengherankan lagi, jumlah penguasaan bahasa itu malahan semakin banyak dan lebih sempurna ketika mereka menjelang usia tua.

Bukti lain. Berdasarkan penelitian yang dilakukannya terhadap masyarakat Barat, Jane Hill berkesimpulan bahwa dalam perkembangan normal seseorang dapat mempelajari bahasa asing dengan sempurna, terlepas dari apakah ia berusia muda atau tua.

Proses pembelahan otak, menurut Eric Lenneberg, terjadi sejak anak berusia dua tahun dan berakhir menjelang pubertas. Sedangkan Norwan Geshwind berpendapat, pembelahan otak (periode kritis) usai jauh sebelum masa pubertas. Lebih ekstrem lagi pendapat Stephen Krashen, yakni proses pembelahan itu berakhir sewaktu anak berusia lima tahun.

Dengan demikian, jelas bahwa hipotesis periode kritis tidak bisa dijadikan kriteria keberhasilan pengajaran bahasa kedua atau bahasa asing. Keberhasilan seseorang belajar bahasa asing, menurut Gardner dan Lambert, tidak tergantung pada kemampuan intelektual atau kecakapan bawaan berbahasa, tetapi sangat ditentukan oleh motif atau kebutuhan berkomunikasi dalam lingkungannya.

Bukan jaminan
Sejak masuk SD bahkan TK, anak sudah "dituntut" menguasai lebih dari satu bahasa; bahasa daerah dan Indonesia. Keduanya dipakai sebagai bahasa pengantar dalam proses belajar-mengajar.

Betapa beratnya beban mereka, bila kemudian masih ditambah lagi belajar bahasa Inggris. Empat bahasa harus mereka kuasai dalam satu periode, misalnya.

Kenyataan itu bukannya menambah cepat anak menguasai bahasa asing. Di samping akan menimbulkan beban psikologis, tak tertutup kemungkinan laju perkembangan bahasa daerah dan nasional anak pun malahan terhambat, atau justru merusak sistem-sistem bahasa yang terlebih dahulu dia kuasai.

Hal seperti itu tidak jauh berbeda dengan anak yang sedang belajar bola tangan. Sebelum ia mahir bermain bola tangan, lalu ditimpa lagi dengan permainan bola basket dan sepak bola. Pelatih tidak perlu heran apabila kemudian si anak memasukkan bola dengan tangan ketika bertanding sepak bola, atau menyundul dan menendang bola ketika anak bermain bola basket.

Jeperson jauh-jauh sebelumnya memperingatkan bahwa anak yang mempelajari dua bahasa tidak akan dapat menguasai kedua bahasa itu dengan sama baiknya. Juga tak akan sebaik mempelajari satu bahasa. Kerja otak untuk menguasai dua bahasa akan menghambat anak untuk mempelajari hal lain yang harus dia kuasai. Perkembangan bahasa anak terganggu, baik dalam penggunaan kosa kata, struktur tata bahasa, bentuk kata, dan beberapa penyimpangan bahasa lainnya.

Tidak terelakkan, dalam era global penguasaan bahasa Inggris hukumnya wajib. Siapa yang ingin luas pergaulan, sukses berbisnis, maupun menguasai ilmu pengetahuan mau tidak mau harus menguasai bahasa yang satu ini. Namun, dalam penanaman kita dituntut sikap bijak dan tidak tergesa-gesa.

Di samping perlu mempertimbangkan kemampuan anak, para orang tua hendaknya memperhatikan pula kepentingan anak akan penguasaan bahasa daerah dan nasional. Kedua bahasa itu tidak bisa dilepaskan begitu saja dari fungsi keseharian dan tanggung jawab sosial anak. Sebab itu, akan lebih baik bila bahasa Inggris atau bahasa asing lain diberikan setelah bahasa daerah dan bahasa nasional terkuasai secara mantap. Pengajaran bahasa asing dalam usia dini toh bukan jaminan mutlak keberhasilan berbahasa pada anak.


Thursday, December 18, 2008

Tanda-tanda Bayi Capek

Untuk melihat ketiga hal di atas memang tidak mudah, tapi jika kita sudah tahu cirinya, jadi mudah, kok. Menghadapi seorang bayi, orang tua memang kerap dibuat bingung dan serbasalah. Pasalnya si bayi belum bisa mengungkapkan apa yang dia rasakan atau apa yang dia inginkan dengan bahasa yang kita pahami. Mereka hanya bisa menangis atau bersikap rewel

Alhasil, kalau si kecil menangis dan popoknya tidak basah, maka kita menduga ia lapar atau sekadar manja. Padahal belum tentu, lo. Bisa saja dia menangis karena kedinginan, kegerahan, atau kecapekan.

Seperti diakui dr. Anna Tjandrajani, Sp.A. dari RSAB Harapan Kita, Jakarta, memang tak banyak orang tahu ciri bayi kedinginan, kegerahan, atau kecapekan. "Akan tetapi, kalau kita tahu ciri-cirinya, maka mudah saja, lo, mendeteksinya." Untuk itu, ia pun bersedia membeberkan "rahasianya" kepada kita.

BAYI KEGERAHAN

Kita juga sering salah mendeteksi suhu badan anak yang meningkat. Disangka sakit, tak tahunya cuma kegerahan. Adapun penyebab anak kegerahan, menurut Anna, lebih banyak dipengaruhi faktor lingkungan, seperti kurang ventilasi, cuaca di luar sedang terik, ruangan sempit, atau cahaya yang masuk ke ruangan berlebihan.

* Ciri-cirinya:

1. Anak mulai gelisah.
2. Kulit anak mulai memerah atau melegam dari sebelumnya.
3. Berkeringat, baik di dahi, kepala, dan ketiak. Bajunya juga basah.
4. Kulit di bagian lain tubuhnya jadi kering.
5. Bibirnya juga kering.

* Penanganan:

Kalau tidak cepat ditangani, anak bisa mengalami dehidrasi. Inilah langkah-langkah penanggulangannya:

1. Jauhkan anak dari sumber panas, dan dinginkan udara ruangan. Kalau sedang berada di bawah terik matahari, segeralah berteduh. Jika sedang berada di dalam ruangan tertutup yang kurang ventilasi, misalnya di dalam mobil yang tak berpendingin udara, ajak anak keluar dari kendaraan.

2. Lepaskan selimut anak. Juga sebaiknya bayi tidak dibedong. "Takutnya, karena terbiasa dibedong, maka ketika segala sesuatu yang menutupi tubuhnya dilepas, anak malah menggigil." Jika hal itu benar terjadi, waspadalah. Mungkin, suhu yang meningkat itu merupakan demam.

3. Pakaikan baju bayi yang sesuai untuk iklim tropis, seperti katun atau bahan-bahan yang menyerap keringat. Gantilah secepat mungkin baju bayi yang basah oleh keringat.

4. Setelah itu, ukur suhu anak dengan termometer. Jika hasilnya menunjukkan angka 36-37,5 derajat Celcius, berarti ia masih normal. Jika lebih dari 37,5 derajat Celcius, kemungkinan anak demam. Jika sampai 39 derajat Celcius berarti dia sudah demam tinggi, apalagi jika sampai 40 derajat Celsius lebih, bisa jadi dia mengalami hipertermia..

5. Untuk membedakan gerah dengan sakit, cara praktisnya adalah dengan meraba badan anak, apakah suhu tubuhnya sama atau lebih tinggi dari tubuh kita. "Tapi cara ini tetap tidak menjamin. Paling tepat, ukur dengan termometer," anjur Anna.

BAYI KECAPEKAN

Kita pun perlu mengetahui ciri bayi yang mengalami kelelahan. Biasanya ini terjadi bila kualitas tidurnya kurang, terlalu sering digendong, atau terlalu lama bermain. Menurut Anna, umumnya anak yang mengalami kecapekan pasti akan tidur dengan sendirinya. Namun demikian, hal itu bisa dilihat secara lebih menyeluruh.

* Ciri-cirinya:

1. Bayi rewel. Bila setelah diajak berjalan-jalan dan diteteki tetap rewel, bisa jadi anak itu kecapekan. Tenangkan dia dengan cara membuatnya nyaman, supaya dia bisa tertidur dengan pulas. Mungkin juga dia mencari tempat tidur.

2. Tatapan matanya sayu, tidak bergairah, atau layu. Namun, menurut Anna, ciri ini tidak selalu menjamin bahwa si bayi memang kecapekan. Bisa jadi ia sedang sakit. Karena itulah pahami betul anak kita secara baik. Periksa selalu kondisi fisik dan suhu tubuhnya, termasuk fesesnya. Jika kita curiga, cepatlah bawa ke dokter. Harus diingat, terlalu sering kecapekan akan menurunkan daya tahan tubuh dan kemudian mengundang penyakit.

BAYI KEDINGINAN

* Ciri-cirinya pada bayi baru lahir/neonatus

1. Anak menggigil, walau biasanya ciri ini tak mudah terlihat pada bayi kecil.

2. Kulit anak terlihat belang-belang, merah campur putih atau timbul bercak-bercak.

3. Anak terlihat apatis atau diam saja.

4. Lebih parah lagi, anak menjadi biru yang bisa dilihat pada bibir dan ujung jari-jarinya.

5. Jika hal tersebut tetap saja dibiarkan, anak bisa berhenti bernapas.

6. Puncaknya, anak bisa terkena hipotermia dan meninggal.

Namun, orang tua tak perlu terlalu khawatir. Biasanya, indikasi pertama sudah bisa terlihat oleh perawat maupun dokter yang kemudian menanganinya dengan mengambil tindakan penghangatan atau heatradian (disinar oleh cahaya lampu biasa dan diselimuti). Kalau perlu dengan menggunakan kasur penghangat.

"Sekalipun begitu, untuk memastikan, sebaiknya bayi langsung diukur suhu badannya dengan termometer. Kalau angkanya di bawah 35 derajat Celcius, berarti anak terkena hipotermia, sebab suhu normal manusia adalah 36-37,5 derajat Celcius," ujar Anna.

* Untuk bayi di atas 1 bulan

Sekalipun kini bayi sudah lebih kuat dibandingkan sebelumnya, jika suhu lingkungan begitu rendah dan tidak membuatnya nyaman, kemungkinan besar si anak juga kedinginan. Ciri-cirinya, menurut Anna, ada yang bisa dideteksi secara kasat mata, ada juga yang mesti dengan perabaan.
1. Yang bisa dideteksi secara kasat mata:

Kondisi bayi tak jauh berbeda dari bayi neonatus yang kedinginan. Cirinya:

1. Ia cenderung diam saja.
2. Kulit anak terlihat belang-belang, merah campur putih atau berbercak-bercak.
3. Anak menjadi biru dengan ciri, bibir dan ujung jari-jarinya membiru. Jika dibiarkan, anak bisa berhenti bernapas. Puncaknya, anak bisa mengalami hipotermia. Jika tidak segera ditangani, bisa terjadi kematian. "Hanya saja kalau bayi neonatus akan lebih cepat birunya. Sementara pada bayi yang lebih besar akan agak lama perubahannya," ujar Anna.

2. Yang bisa dideteksi dengan perabaan

1. Tangan dan telapak tangannya terasa dingin, begitu juga telapak kakinya.
2. Tubuhnya lebih dingin dari tubuh kita. Untuk memastikannya, periksalah dengan termometer yang dipasang di anus.

Atasi kedinginan ini dengan memberinya selimut. Hangatkan pula suhu lingkungan atau ruangan dimana bayi berada. Bisa dengan mematikan AC atau menghangatkan tubuh anak dengan lampu 60 watt yang ditempatkan di atas tempat tidurnya. Jaraknya kurang lebih 1,5 meter dari tubuh anak.

Peluklah anak dengan kasih sayang, "Malah inilah cara yang terbaik," kata dokter yang berpraktek juga di Klinik Anakku Cinere. Hanya saja, saat tidur lebih baik anak dihangatkan dengan lampu. Jauh lebih baik lagi jika kasur anak pun menggunakan penghangat. Jika suhu tubuhnya tak kunjung normal, segeralah bawa si kecil ke dokter terdekat.

SUMBER: NAKITA

Wednesday, December 17, 2008

Pengaruh Musik pada Anak

Penelitian membuktikan bahwa musik, terutama musik klasik sangat mempengaruhi perkembangan IQ (Intelegent Quotien) dan EQ (Emotional Quotien). Seorang anak yang sejak kecil terbiasa mendengarkan musik akan lebih berkembang kecerdasan emosional dan intelegensinya dibandingkan dengan anak yang jarang mendengarkan musik. Yang dimaksud musik di sini adalah musik yang memiliki irama teratur dan nada-nada yang teratur, bukan nada-nada "miring". Tingkat kedisiplinan anak yang sering mendengarkan musik juga lebih baik dibanding dengan anak yang jarang mendengarkan musik.

Grace Sudargo, seorang musisi dan pendidik mengatakan, "Dasar-dasar musik klasik secara umum berasal dari ritme denyut nadi manusia sehingga ia berperan besar dalam perkembangan otak, pembentukan jiwa, karakter, bahkan raga manusia".

Penelitian menunjukkan, musik klasik yang mengandung komposisi nada berfluktuasi antara nada tinggi dan nada rendah akan merangsang kuadran C pada otak. Sampai usia 4 tahun, kuadran B dan C pada otak anak-anak akan berkembang hingga 80 % dengan musik.

"Musik sangat mempengaruhi kehidupan manusia. Musik memiliki 3 bagian penting yaitu beat, ritme, dan harmony", demikian kata Ev. Andreas Christanday dalam suatu ceramah musik. "Beat mempengaruhi tubuh, ritme mempengaruhi jiwa, sedangkan harmony mempengaruhi roh". Contoh paling nyata bahwa beat sangat mempengaruhi tubuh adalah dalam konser musik rock.

Bisa dipastikan tidak ada penonton maupun pemain dalam konser musik rock yang tubuhnya tidak bergerak. Semuanya bergoyang dengan dahsyat, bahkan cenderung lepas kontrol. Kita masih ingat dengan "head banger", suatu gerakan memutar-mutar kepala mengikuti irama music rock yang kencang. Dan tubuh itu mengikutinya seakan tanpa rasa lelah. Jika hati kita sedang susah, cobalah mendengarkan musik yang indah, yang memiliki irama (ritme) yang teratur.

Perasaan kita akan lebih enak dan enteng. Bahkan di luar negeri, pihak rumah sakit banyak memperdengarkan lagu-lagu indah untuk membantu penyembuhan para pasiennya. Itu suatu bukti, bahwa ritme sangat mempengaruhi jiwa manusia. Sedangkan harmony sangat mempengaruhi roh. Jika kita menonton film horor, selalu terdengar harmony (melodi) yang menyayat hati, yang membuat bulu kuduk kita berdiri.

Dalam ritual-ritual keagamaan juga banyak digunakan harmony yang membawa roh manusia masuk ke dalam alam penyembahan. Di dalam meditasi, manusia mendengar harmony dari suara-suara alam disekelilingnya. "Musik yang baik bagi kehidupan manusia adalah musik yang seimbang antara beat, ritme, dan harmony", ujar Ev. Andreas Christanday.

Seorang ahli biofisika telah melakukan suatu percobaan tentang pengaruh musik bagi kehidupan makhluk hidup. Dua tanaman dari jenis dan umur yang sama diletakkan pada tempat yang berbeda. Yang satu diletakkan dekat dengan pengeras suara (speaker) yang menyajikan lagu-lagu slow rock dan heavy rock, sedangkan tanaman yang lain diletakkan dekat dengan speaker yang memperdengarkan lagu-lagu yang indah dan berirama teratur. Dalam beberapa hari terjadi perbedaan yang sangat mencolok.

Tanaman yang berada di dekat speaker lagu-lagu rock menjadi layu dan mati, sedangkan tanaman yang berada di dekat speaker lagu-lagu indah tumbuh segar dan berbunga. Suatu bukti nyata bahwa musik sangat mempengaruhi kehidupan makhluk hidup.

Alam semesta tercipta dengan musik alam yang sangat indah. Gemuruh ombak di laut, deru angin di gunung, dan rintik hujan merupakan musik alam yang sangat indah. Dan sudah terbukti, bagaimana pengaruh musik alam itu bagi kehidupan manusia.

Wulaningrum Wibisono, S.Psi mengatakan, "Jikalau Anda merasakan hari ini begitu berat, coba periksa lagi hidup Anda pada hari ini. Jangan-jangan Anda belum mendengarkan musik dan bernyanyi".

Tuesday, December 16, 2008

Bila Si Kecil Latah

Arahkan anak agar hanya mencontoh perbuatan yang positif saja. Jika pada perilaku negatif, segera cegah dan beri penjelasan.
Melihat temannya menangis, eh, si batita kita, kok, latah ikut menangis. Begitu juga kala ada sebayanya yang tertawa gembira, si kecil pun ketularan tertawa pula. Tak perlu bingung atau berpikir ia sudah punya sikap solidaritas yang tinggi, karena seperti diungkapkan psikolog dari Essa Consulting Group, Evi Elviati, Psi., di usia batita anak tengah memasuki fase peniruan.

Perilaku meniru menjadi penting karena dari proses belajar ini kognisinya akan berkembang semakin optimal. Itulah sebabnya, anak pun terkesan "latah" dengan senang meniru perilaku orang lain. Secara umum latah sendiri dibedakan menjadi dua. Latah terhadap kata-kata dan latah terhadap perilaku. Sementara kasus di atas adalah latah perilaku.

ANEKA PENYEBAB
Penyebab anak menjadi latah, ungkap Evi, bisa disebabkan berbagai faktor. Salah satunya, rasa senang yang diakibatkan oleh perilaku peniruan tersebut. Misal, saat anak meniru anak lainnya memukul-mukul meja, awalnya tanpa sadar ia melakukannya karena melihat temannya memukul-mukul meja, tapi lambat laun anak juga menemukan kesenangan dari kegiatan tersebut. Saat tangannya ikut bergerak, pukulannya mengeluarkan bunyi yang membuat anak senang dan bergembira.

Selain itu, faktor perhatian pun bisa menjadi pemicu anak menjadi latah. Entah perhatian itu berbentuk pujian, tertawaan, atau hal-hal lain yang bisa menyenangkan anak. Misal, saat anak mencoba meniru perilaku kakaknya yang suka menggaruk-garuk kepala, orang tua atau orang lain yang menyaksikannya tertawa terpingkal-pingkal atau minimal menyunggingkan senyuman. Nah, dengan tertawaan atau senyuman tadi anak merasa menjadi pusat perhatian, dan ia akan terus mempertahankan sikap peniruan tadi.

Orang-orang yang kerap dijadikan model tiruan adalah orang-orang yang dekat dengan si anak atau orang-orang yang sering bertemu dan bermain dengannya, entah itu teman bermain sebaya, saudara sepupu, orang tua, pengasuh, atau bahkan tetangganya. Anak akan mengidentifikasi, merekalah teman-temannya. "Karena intensitas pertemuan, hubungan anak-anak menjadi semakin akrab. Tak heran, jika anak itu akan meniru teman dekatnya itu, tak peduli siapa pun dia."

Hanya saja, anak usia batita belum lagi tahu arti solidaritas sesama teman. Saat temannya menangis akibat direbut mainannya oleh sang kakak, misalnya, ia hanya refleks meniru tangisan sang teman tersebut, bukannya karena ia merasakan ketidaknyamanan yang sama.

Jika pun anak langsung memukul si pengganggu, bukan juga berarti anak sudah memiliki empati terhadap si korban, tapi lebih karena ia mendapat ketidaknyamanan akibat tindakan yang ditimbulkan oleh si kakak tadi. Dengan si kakak merebut mainan hingga sang teman menangis, maka secara otomatis si anak tidak bisa bermain-main dengan temannya lagi. Oleh karena itu anak tergerak secara refleks untuk mengusir si kakak atau memukulnya.

BAIK BURUKNYA TERGANTUNG PENIRUAN
Menurut Evi, baik buruknya anak bersikap latah terhadap sang teman tergantung apa yang ditirunya. Jika sifatnya negatif, maka orang tua harus segera menghentikan dengan memberinya penjelasan kepada anak. Sebaliknya, jika yang dicontoh adalah hal-hal positif, maka orang tua justru harus memberikan dukungan agar anak terus melakukan hal itu.

Ikut-ikutan menangis termasuk perilaku yang tak patut ditiru. Bukannya karena menangis ini melulu bersifat negatif, tapi setiap ekspresi jiwa harus ada sebab musababnya, tidak ujug-ujug dilampiaskan saat melihat anak lain melakukannya. Jadi, jelaskan pada anak, "Kenapa, kok, kamu menangis? Kamu ikut-ikutan temanmu itu, ya? Temanmu menangis karena mainannya direbut. Mainanmu, kan, masih ada. Karena itu, kamu tidak usah ikut-ikutan menangis." Demikian juga jika si anak mendadak marah, "Kamu jangan ikut-ikutan marah seperti temanmu, ya. Temanmu marah karena diganggu oleh kakaknya. Kamu sendiri, kan, tidak diganggu."

Manfaat yang bisa diambil dari hal ini adalah anak belajar untuk mengungkapkan atau mengenali emosinya dengan sehat. Anak akan tahu, kapan dia harus menangis, sedih atau marah, beserta penyebabnya.

Tentunya, orang tua juga jangan sekali-kali memberikan respon positif saat anak melakukan imitasi terhadap perilaku negatif teman-temannya. Respon seperti menertawakan atau memberikan senyuman akan ditanggapi anak dengan terus-menerus melakukan perbuatan imitasi tersebut. Namun, setiap larangan haruslah dilanjutkan dengan alasaan yang menjelaskan atau pengarahan. Tanpa itu, anak tak bakalan mengerti.

Sebaliknya, beri dukungan bahkan rewards bila anak meniru hal-hal positif. Misal, saat anak mencontoh temannya yang membagikan kue miliknya, orang menanggapi dengan komentar, "Kamu belajar seperti itu dari temanmu, ya? Ibu senang melihatnya, nanti Ibu kasih kue lagi, yang enak."

CONTOH WAJAR
Mengarahkan anak untuk melakukan peniruan pada hal-hal yang positif saja bisa dilakukan sambil kita menunjukkan sifat dan kebiasaan baik. Bagaimanapun, anak akan melakukan imitasi terhadap orang yang paling dekat dengan dirinya, yaitu orang tua. Anak akan meniru semua sikap dan tutur kata kita, tidak peduli apakah sifat itu positif atau negatif. Jadi, berhati-hatilah terhadap sifat dan kebiasaan-kebiasaan buruk jika kita tak ingin si kecil mencontohnya. Tentunya, beri contoh yang wajar, tak perlu dibuat-buat.

Orang tua mungkin saja sibuk bekerja, tapi jangan jadikan hal itu sebagai alasan untuk tidak mengajari anak akan hal-hal positif. Mengakalinya, mintalah kepada pengasuh anak kita untuk menjelaskan hal atau kebiasaan-kebiasaan apa saja yang harus ditanamkan kepada anak, dan mana yang tidak. Jadi, meski orang tua hanya punya sedikit waktu bersama anak, si kecil akan tetap mengacu pada orang tua sebagai model imitasinya melalui si pengasuh. Bukan tak mungkin anak akan menegur teman yang dinilainya tidak sopan dengan membawa-bawa nama kita, "Lo, kok, kamu makannya dibuang-buang. Kata Bunda, itu enggak baik."

IMITASI IDENTIFIKASI
Evi juga mengatakan, proses imitasi atau peniruan pada usia batita akan dilanjutkan ke proses identifikasi pada usia prasekolah. Jadi waspadalah, karena di usia ini berarti anak sudah siap menuju proses berikutnya. "Ia bukan hanya akan mengambil gaya bicara dan tingkah laku kita, tapi juga pada karakteristik kita sebagai manusia dewasa."

Nantinya, anak tidak hanya membeo apa saja yang kita lakukan, tapi juga menjadikannya sebagai bagian dari dirinya. "Ia merasa dirinya adalah orang atau model yang ditirunya. Ia percaya, ia mampu melakukan apa saja yang dilakukan si model. Dalam kehidupan sehari-hari, ia mengambil semua yang melekat pada diri model. Ia akan meniru cara si model makan, berpakaian, gaya berbicara, dan bertingkah laku. Bahkan karakteristik, kepercayaan/keyakinan, dan nilai-nilai orang tersebut juga akan diambilnya. Itulah yang dalam psikologi dikenal sebagai proses identifikasi."

Identifikasi merupakan proses alamiah, atau bagian dari perkembangan kepribadian setiap anak. Tentu dengan keunikan masing-masing."

SUDAH BISA MEMILIH TEMAN
Meski anak usia batita belum pandai bersosialisasi, tapi mereka sudah bisa memilih teman yang cocok baginya, lo. Menurut Evi, anak akan memilih teman-teman yang dirasa bisa membuatnya nyaman saat bermain. Teman-teman, baik itu yang sebaya atau yang lebih dewasa, jika sikapnya dianggap tidak menyenangkan, seperti galak atau kerap memukul, pasti dijauhi anak.

Nah, saat bermain itulah kadang terjadi "transfer" sifat atau karakter. Anak-anak bisa meniru atau bersikap latah terhadap sikap teman-teman bermainnya. Anak yang mulanya bersifat pendiam, bisa mendadak agresif. Jika marah dia menggigit atau melempar-lempar barang, misalnya. Bisa juga terjadi sebaliknya, anak-anak yang tadinya terlihat aktif dan ceria, mendadak pendiam setelah lama bergaul dan bermain dengan anak-anak pendiam dalam jangka waktu lama.

"Karakter anak sejak batita memang sudah mulai terlihat. Ada anak tipe sulit yang menangis melulu dan ogah diatur; ada anak tipe mudah yang gampang diatur dan sifatnya pendiam; dan ada anak-anak yang memiliki sifat gabungan dari dua karakter tadi. "Karakter anak bisa berubah tergantung situasi dan kondisi, serta lingkungan yang mempengaruhinya. Salah satu faktor lingkungan yang mempengaruhinya adalah orang-orang yang dekat dengan si anak. "Biasanya makin lama dan banyak pengalaman, makin terbentuk karakter pribadi aslinya."

Nah, orang tua sebagai orang yang terdekat harus berperan sebagai "penyaring". Kalau perilaku anak ternyata sudah kelewatan, seperti suka berbicara kasar dan jorok, orang tua mesti memberikan pengarahan. Jelaskan, itu bukanlah cara yang baik dan tidak patut dicontoh. Selain itu, berilah contoh konkret cara berbicara yang sopan dan santun. Jika tidak, maka perilaku itu akan terus terbawa hingga anak beranjak dewasa dan ia akan tumbuh dengan karakter yang buruk.

Monday, December 15, 2008

Wortel Tak Bisa "Menyembuhkan" Mata Minus

Ternyata itu cuma mitos. Termasuk juga pendapat yang mengatakan memakai kacamata terus-terusan akan membuat minus bertambah banyak.
Menurut penelitian ilmiah, wortel memang mengandung banyak vitamin A, tapi kesalahan sistem optik pada mata tidak bisa diperbaiki dengan vitamin A. Ibarat kamera yang lensanya sudah tidak fokus.

Film dari merek berkualitas pun akan merekam gambar yang buram jika lensanya tidak sempurna. Dijelaskan dr. Hadi Prakoso W., Sp.M., "Orang menganggap vitamin A berperan dalam fungsi penglihatan manusia, tapi sebenarnya vitamin A lebih banyak berperan pada metabolisme sel-sel saraf yang ada di retina. Jadi, banyak makan wortel pun tak dapat mencegah jumlah minus, plus, atau silinder lensa kacamata anak," ujar optalmologis dari Jakarta Eye Centre ini.

Ada juga anggapan yang mengatakan kacamata jangan terus-terusan dipakai karena malah akan menambah minus. Menurut Hadi, pendapat itu juga tidak logis. Sama dengan anggapan kalau kacamata harus selalu dipakai agar minusnya tak bertambah parah.

Ia menjelaskan, perkembangan ukuran bola mata sama seperti perkembangan tubuh manusia. Lihat saja ukuran bola mata bayi yang lebih kecil ketimbang ukuran bola mata orang dewasa. Hal ini berarti dari masa bayi hingga masa dewasa sebetulnya terjadi perkembangan pada ukuran atau dimensi bola mata. Pada 2 tahun pertama yang sangat berkembang adalah sistem optik di bagian depan mata (segmen depan), yaitu sebesar 60%. Setelah usia 2 tahun seg- men depan masih berkembang tapi sudah tidak begitu pesat.

Segmen belakang, lanjut Hadi, akan tumbuh pesat saat usia anak berkisar antara 4 sampai 15 tahun yang kemudian melambat dan berhenti di sekitar usia 18 tahun. Saat itu, bagian belakang bola mata dimana retina berada makin lama makin panjang sesuai dengan pertambahan usia. Jadi, kalau minus pada mata anak bertambah besar, itu karena jarak retina ke lensa makin panjang sehingga minusnya pun akan bertambah besar. Dengan begitu penambahan minus pada usia pertumbuhan terjadi secara alami.

Nah, kondisi miopia rabun jauh yang parah dapat terlihat melalui USG yang memperlihatkan segmen belakang bola mata yang sangat memanjang. "Jelas, kan, pertambahan minus sebenarnya tidak bisa dicegah. Banyak orang tua yang datang meminta kiat mencegah bertambahnya minus pada anak. Ya... itu tidak mungkin kecuali kalau anaknya dibonsai," kelakar Hadi.

MENGENAL ORGAN MATA

ORGAN MATA bisa diibaratkan kamera. Bola mata yang terdiri atas kornea mata dan lensa mata merupakan bagian sistem optik yang cara kerjanya sama dengan sistem optik di kamera. Sementara retina yang berfungsi sebagai sensor pada mata bisa dianalogikan sebagai film yang dipasang dalam kamera. Imej semua benda yang dilihat mata, akan difokuskan di retina.

Nah, bila konstruksi bola matanya mengalami ketidaksempurnaan, seperti lensanya tidak sempurna atau tidak sesuai dengan keseluruhan konstruksi bola mata maka fokus bisa jatuh di depan retina atau di belakang retina. Akibatnya mata anak tidak bisa memfokuskan imej benda-benda yang dilihatnya atau disebut refraksi. Kelainan refraksi tak memandang usia, bisa terjadi pada anak-anak hingga orang dewasa.

Deteksi kelainan refraksi pada anak-anak biasanya berlangsung dengan melihat perilakunya. "Biasanya orang tua mengeluh, 'Dok anak saya, kok, kalau nonton teve maunya ke depan terus. Kalau disuruh menjauh malah protes. Bisa juga terlihat anak selalu menyipitkan mata atau memiringkan kepalanya setiap nonton teve. Sedangkan pada anak usia sekolah, gejala kelainan refraksi dapat terlihat dari seringnya anak berjalan mendekati papan tulis atau sering kedapatan salah menyalin." Untuk mengatasinya anak harus mengenakan lensa buatan berupa kacamata. Dengan alat bantu ini barulah matanya bisa melihat dengan tajam dan bersih.

PENYEBAB REFRAKSI

ASAL TAHU saja, kuat-lemahnya sistem optik pada mata terjadi dengan sendirinya. "Memang dari sononya sudah begitu. Jadi bisa dikatakan sudah merupakan bawaan lahir."

Penyebabnya antara lain, faktor genetik. Sering, kan, pasangan atau salah satu orang tua yang berkacamata memiliki anak yang juga berkacamata. Memang fakta tersebut belum didukung kuat dengan suatu data penelitian, tapi Hadi banyak menemukan kasus seperti itu dalam praktek sehari-hari. "Gen pembawa bakat kelainan refraksi ini bisa dikatakan kuat," ujarnya.

Namun, tentunya kita tidak dapat menghilangkan fakta, orang tua yang tak berkacamata bisa saja memiliki anak berkacamata. Apa pemicunya jika bukan karena faktor keturunan, menurut Hadi, hingga kini belum diketahui. Apakah frekuensi nonton TV atau duduk di depan komputer yang terlalu sering? "Pernyataan tersebut belum dibuktikan secara empiris. Lagi pula tidak semua orang yang banyak nonton teve akan mengenakan kacamata bukan?" tukasnya.

Toh, asumsi tersebut tetap tak ditolaknya 100%. Bisa jadi pemicu makin banyaknya orang berkacamata dipengaruhi pola hidup masyarakat yang sudah berubah. "Dulu anak-anak memang sudah nonton teve tapi kalau sore masih bisa main layang-layang di luar rumah. Namun, sekarang lingkungan di luar rumah menjadi semakin tak bersahabat sehingga anak jadi lebih sering menghabiskan waktu di rumah, di depan monitor teve atau komputer. "Tapi sekali lagi hal ini belum pernah dikemukakan secara ilmiah. Jadi kita masih tidak tahu pasti," tekannya.

MACAM KELAINAN REFRAKSI

Inilah Beberapa kelainan refraksi yang kerap dijumpai:

* Miopia

Kelainan sering diistilahkan rabun jauh. Terjadi karena sistem optik yang sangat kuat pembiasannya, sehingga fokus bayangan benda yang dilihat akan jatuh di depan retina. Kelainan ini bisa dikoreksi dengan lensa minus. Oleh sebab itu, mata miopia dikenal sebagai mata minus.

* Hipermetropia

Kalau yang ini dikenal dengan istilah rabun dekat. Apa yang terjadi pada rabun dekat merupakan kebalikan dari miopia, yaitu sistem optik yang terlalu lemah sehingga fokus dari bayangan benda yang dilihat akan jatuh di belakang retina. Kelainan ini harus dikoreksi dengan lensa plus sehingga fokusnya maju ke posisi normal. "Pada bangsa-bangsa di Asia Timur, mata minus atau rabun jauh lebih dominan ketimbang rabun dekat. Namun, di kalangan bangsa Barat atau Arab penderita hipermetropia lebih banyak dibandingkan dengan mata minus," ujar Hadi.

* Astigmatisme

Kelainan ini tidak hanya meliputi masalah bagaimana fokus bayangan dibentuk, karena fokus benda yang dilihat terpecah menjadi dua bayangan. Biasanya astimagtisme terjadi karena lengkung datar kornea dan lengkung tegak kornea tidak simetris. Keadaaan ini bisa dianalogikan dengan lengkungan pada sendok. Pada satu sisi ada yang landai sedangkan sisi lainnya terjal. Kalau sistem optik atau suatu lensa terlalu melengkung/terjal maka cahaya yang terbias melalu retina menjadi terlalu dekat. Sedangkan lengkung yang landai membuat fokusnya menjadi terlalu jauh. Akhirnya, imej atau citraan yang jatuh jadi terpecah dua.

Nah, kelainan ini yang oleh orang awam disebut sebagai mata silinder. Namun, terminologi mata silinder ternyata tak tepat karena sebenarnya bukan matanya yang silinder tetapi lensa yang fungsinya mengoreksi keadaan astigmatisme itulah yang bersifat silinder. Jadi, yang ada lensa silinder bukan mata silinder. Kasus astigmatisme banyak dijumpai pada orang Asia.

* Kombinasi Kelainan

Kelainan lensa silinder bisa dibarengi dengan kelainan mata minus atau plus. Kalau kelainan astigmatisme berbarengan dengan kelainan rabun dekat, maka fokus benda yang terlihat terpecah menjadi dua dan jatuhnya di depan retina. Gangguan ini bisa diatasi dengan lensa silinder yang disatukan dengan lensa minus. Sedangkan bila dibarengi rabun jauh, fokus benda yang terpecah akan jatuh di belakang retina. Gangguan seperti ini dapat diatasi dengan lensa silinder yang disatukan dengan lensa plus. Intinya menurut Hadi, hampir semua kelainan refraksi dapat diatasi dengan kacamata.

KALAU KELAINAN TERUS BERTAMBAH

JIKA SETELAH lewat usia 18 tahun, minus tetap bertambah, maka penyebabnya tak lain adalah faktor penurunan fungsi sistem optik dan retina pada mata yang bersangkutan. Bisa juga penyebabnya adalah miopia patologis atau keadaan dimana bola mata terus memanjang. Seharusnya, menurut teori, di usia 18 tahun perkembangan bola mata sudah berhenti.

Ada dugaan, miopia patologis ini bisa diperparah dengan kebiasaan banyak membaca. Di saat membaca, otot-otot di sekitar bola mata dikondisikan untuk mengalami kontraksi atau penegangan. Kalau kontraksi otot mata berlangsung terus, maka bola mata bisa semakin memanjang. "Hanya saja penelitian ini dilakukan pada para penderita miopia, bukan pada orang dengan mata normal. Jadi tak bisa dikatakan banyak membaca akan membuat orang jadi berkacamata," ujar Hadi menegaskan.

Kesimpulannya, kacamata hanya berfungsi membantu agar mata dapat melihat lebih jernih dan jelas, bukan untuk mencegah atau justru menambah kelainan yang ada. Juga, apakah kacamata itu dipakai atau tidak, maka tidak akan memberi pengaruh. Hanya saja tentu, kalau kacamata dipakai, anak akan melihat dengan jelas, sedangkan kalau tidak, penglihatannya tetap buram.

Sumber: NAKITA