Wednesday, July 23, 2008

Selamat Hari Anak Nasional

Pagi ini sekitar 15.000 anak-anak akan merayakan Hari Anak Nasional (HAN) bersama Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan para Menteri Kabinet Indonesia Bersatu di Taman Mini Indonesia Indah.

Tapi bagaimana dengan jutaan lainnya yang ada di pinggiran, yang hingga kini belum bisa tersenyum seperti teman-teman lainnya?

Berapa banyak anak dalam usia masih amat belia sudah harus menanggung beban hidup amat berat, baik fisik maupun mental, yang menghambat proses tumbuh kembang anak secara optimal. Belum lagi, anak-anak yang kurang mendapat perhatian dan pengawasan dari orangtuanya, bahkan hidup tanpa keluarga, yang kemudian mendapat tindak kekerasan fisik, psikis, maupun seksual. Anak-anak kurang beruntung ini banyak kita jumpai di jalanan, tidur di pasar, di emper toko, atau stasiun kereta api, hidup menggelandang, mengais rezeki melalui aktivitas kehidupan di sekitarnya.

Kerasnya hidup yang harus dihadapi sering menyeret mereka untuk melakukan berbagi tindak kriminal sehingga pada usia yang amat belia sudah harus berurusan dengan aparat penegak hukum. Tak jarang mereka harus meringkuk di penjara tanpa perlindungan semestinya, kemudian mendapat perlakuan sewenang-wenang bagai narapidana dewasa lainnya.

Ratusan ribu anak desa yang terperangkap sindikat perdagangan anak. Mereka, yang seharusnya masih bersekolah dengan gembira, terpaksa harus pergi merantau jauh ke kota besar, lalu dipaksa menjual diri di tempat-tempat hiburan seperti kelab-kelab malam, diskotek atau panti pijat.

Menurut catatan Komisi Nasional Perlindungan Anak, jumlah anak yang terperangkap perdagangan anak pada tahun 2006 ”hanya” 42.771 orang, meningkat menjadi 745.817 orang tahun 2007, dan akhir Juni 2008 mencapai lebih dari 400.000 orang. Sungguh, situasi yang amat menyedihkan.

Tidak hanya itu. Dalam dunia pendidikan, yang seharusnya menjadi tempat yang aman dan nyaman bagi anak-anak, juga sering ditemui kekerasan dalam berbagai bentuk. Misalnya, sarana-prasarana yang tidak memadai seperti gedung sekolah yang bocor atau ambruk, kurikulum terlalu padat, PR bertumpuk, bullying yang mencekam, guru yang galak, evaluasi belajar yang cenderung lebih untuk ”kepentingan terbaik” bagi pemimpin daripada untuk siswa, semakin membuat anak-anak stres dan berkembang menjadi penyandang school-phobia. Belum lagi adanya lebih dari 20 juta anak yang terpaksa putus sekolah karena berbagai faktor.

Di bidang kesehatan, selain gizi buruk, berbagai penyakit pun kini bermunculan kembali menerjang ratusan ribu anak mungil, seperti TBC, malaria, muntaber, flu burung, atau HIV/AIDS. Belum lagi anak-anak yang terpapar asap tembakau karena mengisap sekitar 4.000 racun kimia dengan tiga komponen utama yang berbahaya, yaitu nikotin, tar, dan karbon monoksida, sementara negara membiarkan kekerasan ini dengan ”memberi kebebasan” industri rokok menghancurkan kesehatan anak-anak. Kehidupan remaja dikepung iklan yang kian gencar, membujuk para remaja untuk menjadi perokok aktif. Hingga kini, Indonesia masih tercatat sebagai satu-satunya negara di Asia Pasifik yang belum meratifikasi Framework Convention on Tobacco Control.

Inilah berbagai tindak kekerasan yang dialami anak-anak dan dilakukan secara sistematis oleh berbagai pihak, termasuk negara, media massa, masyarakat, dan orangtua. Sampai kapan anak-anak kita kehilangan masa kanak-kanaknya yang indah.

Selamat Hari Anak Nasional.

No comments:

Post a Comment