Friday, November 21, 2008

Peran PRT dalam Pendidikan Anak

Peran pramuwisma atau pembantu rumah tangga dalam pendidikan anakPramuwisma atau pembantu rumah tangga, apa makna kehadiran mereka dalam rumah kita? Barangkali pada suasana menjelang lebaran ini ketidakhadiran mereka -banyak yang mudik- akan sangat kita rasakan dampaknya. Betapa tidak, kerepotan-kerepotan mengurus rumah harus kita tanggung sendiri -biasanya dikerjakan oleh pramuwisma-.

Namun sebenarnya makna kehadiran mereka tidak hanya sesederhana yang kita bayangkan, bahkan seharusnya lebih kompleks lagi bahwa mereka pun seharusnya turut berperan dalam pendidikan anak-anak kita.Dalam suatu dinamika sosial ekonomi masyarakat modern, kita menyaksikan transformasi kultural yang luas dan signifikan. Lembaga keluarga yang merupakan salah satu unit sosial mengalami pula perubahan besar tersebut, khususnya adanya pergeseran peran individu-individu di dalamnya, termasuk peran pramuwisma dalam pendidikan anak mengalami perubahan yang strategis.

Sistem ekonomi kapitalis telah melahirkan kompetisi sengit dalam merebut sumber-sumber ekonomi yang memaksa setiap individu untuk menjadi faktor produksi -dalam arti primitif : making money-. Salah satu dampak sosial yang muncul adalah gejala wanita bekerja -menjadi wanita karir-. Maka ketika mereka menikah dan membentuk keluarga modern, secara ekonomi dikategorikan sebagai “double income family“.

Meski ini diartikan sebuah indikasi meningkatnya kesejahteraan, tetapi tentu saja mempunyai efek terhadap pendidikan anak. Sebab porsi pendidikan anak yang selama ini diperankan lebih banyak oleh ibu, kini mulai berkurang seiring dengan bertambahnya jam terbang di luar rumah. Kita akan memahami perubahan pola pendidikan anak itu lebih banyak jika konteks keluarga tersebut kita hubungkan dengan kenyataan alokasi waktu anak itu sendiri. Sebuah penelitian menunjukkan bahwa pada usia 0 sampai 18 tahun, 80% waktu anak dihabiskan di rumah, antara dua dunia -dunia buku dan dunia TV-.

Dari celah sosial itulah kemudian para pramuwisma kini memainkan peran yang sangat strategis dalam pendidikan anak. karena jika 80% waktu anak dihabiskan di rumah dalam rentang 0 sampai 18 tahun, itu berarti dua dasawarsa pertama dari usianya, yang merupakan rentang usia paling menentukan dalam hidup seseorang, dan sebagian besar dibentuk oleh pramuwisma. Kenyataan itu akhirnya memang memaksa kita untuk merubah persepsi kita tentang pramuwisma. Selama ini kita masih melihat profesi pramuwisma dengan sebelah mata dan memandangnya sebagai status sosial yang rendah. Kita masih menganggap bahwa pramuwisma tidak lebih dari petugas cleaning service, cooker dan babysitter.

Padahal porsi peran mereka dalam pendidikan anak kini telah bergeser begitu jauh. Karena itu pramuwisma tidak lagi boleh dianggak remeh karena status sosialnya. Tetapi sudah saatnya kita mencoba melihat mereka sebagai mitra pendidikan anak kita. Langsung atau tidak langsung mereka adalah guru anak-anak kita, bahkan boleh jadi merupakan ibu kedua.

Jika penghargaan yang kita beikan kepada peran pramuwisma dalam masyarakat kodern lahir karena aksioma perubahan sosial, maka dalam Islam kita menjumpai dorongan ynag jauh lebih mulia. Islam menganggap semua bentuk pekerjaan yang dilakukan manusia sebagai upaya mencari penghidupan yang layak selama itu halal, maka itu merupakan pekerjaan yang mulia. Tidak ada perbedaan antara satu pekerjaan dengan pekerjaan lainnya, dalam pandangan Islam, kecuali pada aspek halal dan haramnya. Dan di atas semua itu, Islam memang memandang semua manusia sama derajatnya dan hanya diperbedakan di mata Allah karena faktor ketakwaan.

Lihatlah berapa kemampuan mereka, membantu dalam menyelesaikan pekerjaan, memberi pakaian yang sama dengan pakaian kita, bahkan makanan yang sama dengan makanan kita. Jika perubahan persepsi terhadap peran status profesi pramuwisma itu merupakan bagian dari ajaran Islam dan diperkuat oleh kebutuhan sosial, maka sudah saatnya oula kita memberikan perlakuan yang berbeda terhadap mereka. Mereka adalah mitra pendidikan anak-anak kita. Dan dalam posisi serta peran itu, mereka membutuhkan semua perangkat pendidikan anak yang baik, berupa pengetahuan, kemampuan dan keterampilan. Saya kira sudah saatnya kita merencanakan pengembangan potensi mereka dalam berbagai aspek dan menyediakan peluang serta dukungan finansial untuk itu. Sebab ini menyangkut masa depan anak-anak kita sendiri.

Mereka perlu bimbingan dan pelatihan dalam berbagai aspek pendidikan, komunikasi dan kesehatan. Orang tua perlu meluangkan waktu untuk berdiskusi dengan mereka, meningkatkan kemampuan mendidik mereka dan mengevaluasi -secara ilmiah- pola asuh mereka terhadap anak. Dalam pada itu sesungguhnya kita telah memperoleh empat keuntungan besar.

Pertama, mengajarkan makna-makna kemanusiaan yang luhur seperti persamaan, demokrasi dan budaya mendengar kepada anak-anak kita secara langsung melalui perilaku kita.

Kedua, kita berpartisipasi secara langsung dalam mengembangkan sumber daya muslim karena pola hubungan kita dengan mereka telah memiliki dimensi pendidikan di samping dimensi profesional.

Ketiga, menjadikan semua elemen lingkungan sebagai anggota rumah tangga. Dan keempat, memberikan rasa aman -meski relatif- kepada keberhasilan pendidikan orang tua saat mereka meninggalkan rumah untuk bekerja. Saya yakin anda semua akan menyatakan ini gagasan baik.

Namun gagasan ini harus bertarung dengan dua hambatan besar dari sisi orang tua.

Pertama, kesiapan ornag tua untuk menjadi lebih domokratis yang belum tentu dapat dilakukan oleh semua orang tua.

Kedua, kesiapan orang tua untuk menyediakan “development cost” bagi pengembangan potensi mereka.

Selain itu, gagasan ini juga harus bertarung dengan dua hambatan besar dari sisi pramuwiswa.

Pertama, jika ternyata potensi mereka tidak memadai untuk dikembangkan (baca : jika mereka tidak berpotensi). Sebab harus diakui, profesi ini memang layak digeluti oleh mereka yang berpotensi rendah.

Kedua, peluang ini bisa disalahgunakan oelh mereka sehingga mereka mungkin bisa ngelunjak atau bahkan hengkang dari majikannya setelah mereka mampu dan berpengalaman. Namum pada akhirnya yang dibutuhkan adalah kesadaran kemanusiaan dari kedua belah pihak serta keberanian moral dan kesetiaan pada profesi itu.

No comments:

Post a Comment