Thursday, October 23, 2008

Atasi Kelamin Ganda Sejak Dini

PENYESUAIAN kelamin pada penderita kasus kerancuan kelamin atau ambiguous genitalia serta kelamin ganda atau hypospadia seharusnya dilakukan sedini mungkin. Penanganan segera ini akan meringankan penderita secara fisik maupun psikologis.

Demikian diutarakan Ketua Panitia Seminar dan Workshop Ambigous Genitalia dan Hypospadia, Ardy Santosa, di Kota Semarang, Jumat (17/10). Seminar yang berlangsung selama dua hari ini, menurut Ardy, diadakan guna memberikan informasi kepada setiap pelayanan kesehatan untuk lebih waspada terhadap kasus kerancuan kelamin atau kelamin ganda sejak proses persalinan.

”Sejak bayi lahir sebetulnya sudah dapat dideteksi ada kelainan atau tidak dengan memeriksa kromosomnya. Jika hal ini sudah ditangani sejak dini, ke depannya penderita akan lebih mudah menjalani kehidupannya,” kata Ardy.

Tidak nyaman
Mayoritas penderita selama ini menjalani kehidupan dengan tidak nyaman karena hidup dalam ketidakpastian selama bertahun- tahun. Namun, dari tahun ke tahun, Ardy menyebutkan, kasus yang ditangani oleh tim genital dari Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) dr Kariadi Semarang menunjukkan usia pasien lebih muda dari tahun ke tahun.

”Karena itu, dengan seminar ini, kami berharap kasus sudah dapat ditangani bahkan sejak bayi lahir. Bagi keluarga, ini akan memudahkan proses pencatatan secara hukum juga,” ujarnya.

Ketua tim penyesuaian kelamin RSUP dr Kariadi Semarang yang juga guru besar Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro Semarang, Sultana MH Faradz, mengatakan, keterlambatan penanganan penyesuaian kelamin dapat menyebabkan kanker. ”Ini yang sering kali tidak disadari,” tuturnya.

Hambatan lain, menurut Sultana, adalah keterbatasan ekonomi penderita untuk membayar biaya penanganan yang jumlahnya tidak sedikit. Karena itu pula ia memotori terbentuknya Forum Komunikasi Interseks Indonesia (FORKIS) untuk mendukung penanganan kepada para penderita kerancuan kelamin dan kelamin ganda.

Humas FORKIS, Mohammad Abbie (26), yang sebelumnya penderita kerancuan kelamin, mengatakan bahwa dengan forum ini para penderita ataupun mereka yang sudah sembuh dapat saling berbagi informasi dan pengalaman.

”Kami juga melihat kebanyakan penderita berasal dari kalangan dengan ekonomi lemah. Karena itu, kami berharap forum ini juga dapat membantu mereka dalam hal dana,” ujarnya.

FORKIS yang terbentuk Juli lalu baru memiliki 24 anggota yang terdiri dari mantan penderita kerancuan kelamin dan kelamin ganda, serta berbagai pihak yang peduli. Abbie mengatakan, ada sekitar 400 calon anggota di Indonesia yang akan bergabung. Wadah ini, menurutnya, sangat penting untuk mendukung penderita yang umumnya sulit diterima di masyarakat.

No comments:

Post a Comment