Wednesday, December 31, 2008

Makanan Selingan Balita

ANAK pada usia balita juga membutuhkan gizi seimbang yaitu makanan yang mengandung zat-zat gizi yang dibutuhkan oleh tubuh sesuai umur. Makanan seimbang pada usia ini perlu diterapkan karena akan mempengaruhi kualitas pada usia dewasa sampai lanjut.

Gizi makanan sangat mempengaruhi pertumbuhan termasuk pertumbuhan sel otak sehingga dapat tumbuh optimal dan cerdas, untuk ini makanan perlu diperhatikan keseimbangan gizinya sejak janin melalui makanan ibu hamil. Pertum-buhan sel otak akan berhenti pada usia 3-4 tahun.

Pemberian makanan balita sebaiknya beraneka ragam, menggunakan makanan yang telah dikenalkan sejak bayi usia enam bulan yang telah diterima oleh bayi, dan dikembangkan lagi dengan bahan makanan sesuai makanan keluarga.

Pembentukan pola makan perlu diterapkan sesuai pola makan keluarga. Peranan orangtua sangat dibutuhkan untuk membentuk perilaku makan yang sehat. Seorang ibu dalam hal ini harus mengetahui, mau, dan mampu menerapkan makan yang seimbang atau sehat dalam keluarga karena anak akan meniru perilaku makan dari orangtua dan orang-orang di sekelilingnya dalam keluarga.

Makanan selingan tidak kalah pentingnya yang diberikan pada jam di antara makan pokoknya. Makanan selingan dapat membantu jika anak tidak cukup menerima porsi makan karena anak susah makan. Namun, pemberian yang berlebihan pada makanan selingan pun tidak baik karena akan mengganggu nafsu makannya.

Jenis makanan selingan yang baik adalah yang mengandung zat gizi lengkap yaitu sumber karbohidrat, protein, vitamin dan mineral, seperti arem-arem nasi isi daging sayuran, tahu isi daging sayuran, roti isi ragout ayam sayuran, piza, dan lain-lain

Fungsi makanan selingan adalah

1). Memperkenalkan aneka jenis bahan makanan yang terdapat dalam bahan makanan selingan.

2). Melengkapi zat-zat gizi yang mungkin kurang dalam makanan utamanya (pagi, siang dan malam).

3). Mengisi kekurangan kalori akibat banyaknya aktivitas anak pada usia balita.

Makanan selingan yang baik dibuat sendiri di rumah sehingga sangat higienis dibandingkan jika dibeli di luar rumah.

Bila terpaksa membeli, sebaiknya dipilih tempat yang bersih dan dipilih yang lengkap gizi, jangan hanya sumber karbohidrat saja seperti hanya mengandung gula saja. Makanan ini jika diberikan terus-menerus sangat berbahaya. Jika sejak kecil hanya senang yang manis-manis saja maka kebiasaan ini akan dibawa sampai dewasa dan risiko mendapat kegemukan menjadi meningkat. Kegemukan merupakan faktor risiko pada usia yang relatif muda dapat terserang penyakit tertentu.

Cake Wortel Keju

Untuk : 20 buah
1 buah : 176 kalori

Bahan:

* 150 gr margarin

* 180 gr tepung terig* * 200 gr gula pasir

* 10 btr kuning telur

* 6 btr putih telur

* 100 gr wortel parut

* 100 gr keju parut

* 1 bks kaldu instan

Cara Membuat:

1. Mixer gula dan margarin hingga kental, masukkan kuning telur, mixer hingga rata, masukkan tepung terigu, kaldu instan, dan keju, aduk rata.

2. Sementara itu kocok putih telur hingga kaku, campur dengan adonan di atas, aduk rata.

3. Masukkan wortel parut, siapkan 9 buah cetakan bentuk ikan yang telah diolesi margarin, tuang adonan ke dalam masing-masing cetakan dan panggang dalam temperatur 180 derajat Celcius selama 30 menit, angkat.

4. Hidangkan.

Nugget Ikan

Untuk : 10 porsi
1 porsi : 127 kalori

Bahan:

* 250 gr ikan kakap

* 2 lbr roti tawar

* 2 btr telur ayam

* Garam secukupnya

* Sedikit pala

* Sedikit thyme (jika suka)

* 2 btr putih telur

* Tepung panir

* Minyak untuk menggoreng

Cara membuat:

1. Blender ikan, roti tawar dan telur, angkat.

2. Masukkan semua bumbu, aduk rata.

3. Ambil loyang, minyaki terlebih dulu, alasi dengan kertas roti lalu tuang adonan dan kukus selama lebih kurang 30 menit, angkat.

4. Setelah dingin dipotong-potong seperti bentuk jari atau bentuk binatang (sesuai selera) kemudian dipanir lalu celup ke putih telur dan dipanir lagi, setelah itu goreng dalam minyak panas sampai berwarna kecoklatan, angkat.

5. Hidangkan.

Tuesday, December 30, 2008

Saat Tepat Menyapih Bayi

Buah hati Anda sudah berusia 1 tahun, sudah mendapat makanan padat, sebaiknya juga mulai disapih dari menyusu pada Anda? Apakah tak mengurangi zat gizi yang dibutuhkannya? Tak mengurangi bonding alias ikatan batin yang bisa terbentuk lewat proses menyusui?

Bila melihat bayi usia 1 tahun sudah mulai disapih, sungguh mengherankan. Tapi disusui hingga 2 tahun, masih banyak yang melakukan Ibu-ibu di Indonesia, terutama di pedesaan masih banyak yang menyusui anaknya hingga usia 2 bahkan 3 tahun.

“Wah, kalau saya sih heran. Dua anak saya, saya sapih begitu usianya 1 tahun. Habis sudah mulai makan, jadi menyusu cuma buat main-main saja, malah menggigit-gigit. Jadi saya sapih saja,” cerita Dania tentang dua putrinya yang baru berusia 7 tahun dan 2 tahun. “Tapi, kakak saya yang tinggal di Cirebon tetap menyusui anaknya sampai usia 3 tahunan. Mau masuk TK baru disapih. Tapi katanya susahnya minta ampun.”

Menyapih bayi adalah keharusan bagi ibu yang menyusui bayinya. Bahkan bila anak mendapat susu botol, tetap harus disapih alias lepas dari botol berganti dengan media lainnya. Tetapi, pertanyaannya, kapan sih sebaiknya kita menyapih bayi, baik dari menyusu payudara maupun dari botol susu, mengingat ada yang menyapih di usia 1 tahun, 2 tahun, bahkan 3 atau 4 tahun?

Menyapih dari Payudara
Mulai usia 6 bulan bayi sudah mulai mendapat makanan tambahan. Dari bubur saring atau bubur susu hingga tim kasar dengan tambahan han lauk yang bervariasi. Pada saat itulah, terutama mulai usia 1 tahunan, ASI bukan lagi makanan utama bayi. Mulai saat ini makanan utamanya adalah makanan berupa nasi, kentang, mie, tepung-tepungan serta lauk-pauk yang bervariasi.

Kebutuhan bayi untuk tumbuh kembangnya saat ini sudah bertambah besar. ASI saja, bahkan meski ditambah susu, tak akan mencukupi kebutuhannya. la membutuhkan zat pembangun seperti karbohidrat, protein, dsb. Karena bukan lagi makanan utama, ibu boleh saja menyapih pada usia ini. Dan, mulai
memberi makanan padat yang lebih bervariasi, dengan menambahkan susu lain.

Hanya saja menyusui dari payudara sangat besar nilainya. Terutama untuk bonding atau untuk menjalin ikatan batin antara ibu dan bayi. Lebih dari itu, bonding sangat penting untuk menciptakan emosi (baca: kecerdasan emosi) akibat perasaan nyaman dan aman yang diperolehnya saat ia menyusui. Jadi, bila Anda memutuskan untuk tak cepat-cepat menyapih buah hati Anda, itu pun keputusan yang tepat. Anda masih baik bila tetap menyusuinya hingga usianya 2 tahun. Namun, setelah usia 2 tahun, sebaiknya segera menyapihnya. Karena, sekali lagi, ASI hanyalah makanan tambahan saja. Bahkan bisa dikatakan sudah tidak mengandung zat gizi yang berarti. Hanya berfungsi sebagai minuman saja. Semakin besar usia bayi, semakin tak ada sama sekali zat gizinya. Jadi, kenapa tak disapih saja.

Menyapih dari Botol
Bila bayi minum susu dari botol? Tak perlu cepat-cepat menyapihnya bukan? Toh tak bikin geli atau sakit putting payudara. Tak apa kan bila si kecil masih menyusu bahkan sampai usia 4 atau 5 tahun nanti? Proses menyapih menurut pengalaman beberapa ibu memang cukup sulit. Tapi, menyapih si kecil dari botol pada, usia 4 atau 5 tahunan, karena alasan sulit misalnya, bukanlah tindakan bijak. Sebaliknya, Anda harus segera menyapihnya. Bila memungkinkan disapih pada usia 1,5 tahunan, lebih baik. Bila tidak pun, Anda harus punya batas waktu untuk menyapihnya.

Usia 2 tahunan sebaiknya menjadi batas akhir bagi si kecil untuk lepas dari botol susunya. Mengapa? Sebab, mulai usia itulah berkurangnya ‘kelenturan’ bayi. Makin lama minum dari botol membuatnya sulit melatih diri minum lewat gelas, padahal itu diperlukannya dalam hidupnya yang makin besar.

Selain itu, minum susu dari botol bagi bayi sungguh lebih menyenangkan dan lebih mudah daripada makan makanan padat. Bisa sambil main, sambil tiduran, bahkan sambil tidur betulan. Otomatis jumlahnya juga lebih banyak. Bedakan dengan makan makanan padat yang harus khusus waktunya, kerapkali mengganggu keasyikannya bermain.

Tetapi, sekali lagi makin lama Anda menunda menyapihnya dapat mengganggu selera makannya. Peminum dari botol akan lebih banyak mengkonsumsi susu atau sari buah lebih dari yang diperlukannya. Membuatnya kebanyakan gula dan akhirnya dapat mengalami kegemukan. Begitu juga, akhirnya dapt mengganggunya mengonsumsi makanan padat.

Lebih dari itu, diakui para ahli kesehatan, anak yang lebih lama minum dari botol memiliki sejumlah resiko kesehatan. Bayi senang minum susu botol sambil berbaring, atau sambil tidur bukan? Konon dapat memicu infeksi telinga lho. Mungkin saja ada air susu atau sari buah yang menetes dan mengalir ke dalam telinganya. Lalu, resiko kesehatan gigi. Bagi anak-anak yang sudah mulai memiliki beberapa gigi, ini disebut “sindroma susu botol.” Ini terjadi ketika susu atau sari buah atau cairan pemanis lainnya menggenangi mulut anak secara rutin. “Gula” (fruktosa dalam susu, laktosa dalam sari buah), dipecah oleh bakteri dan membentuk asam, yang dapat melunakkan permukaan email gigi, menyebabkan lubang gigi.

Bila risikonya besar, masihkah Anda menunda-nundanya dari menyapih? Sebaiknya jangan. Selambatnya di usia 2 tahun, mulailah menyapihnya dari botol.

Monday, December 29, 2008

Stimulasi Dini Balita

Apa sih stimulasi dini ? Stimulasi dini adalah rangsangan yang dilakukan sejak bayi baru lahir, bahkan lebih disarankan dilakukan sejak janin di dalam kandungan berusia 6 bulan. Stimulasi ini dilakukan setiap hari.

Apa manfaat dari stimulasi dini ? Stimulasi dini ini bermanfaat untuk merangsang semua sistem panca indera, dari pendengaran, penglihatan, perabaan, pembauan sampai pada pengecapan.

Rangsangan yang dilakukan sejak lahir, terus menerus, bervariasi dan dengan suasana bermain dan kasih sayang, akan memacu berbagai aspek kecerdasan (kecerdasan mulitpel), yaitu kecerdasan logika-matematik, emosi, komunikasi, musikal, gerak, visuo-spasial, senirupa dan lain-lain.

Bagaimana cara melakukan stimulasi dini? Stimulasi dini dilakukan dengan menyesuaikan sesuai kelompok umur bayi dan balita, yaitu:

0-3 bulan: Mengusahakan rasa nyaman, aman dan menyenangkan. Memeluk, menggendong, menatap mata bayi, mengajak tersenyum, berbicara, membunyikan berbagai suara atau musik bergantian. Menggantung dan menggerakkan benda-benda berwarna mencolok, benda-benda berbunyi. Menggulingkan bayi ke kanan-kiri bergantian, tengkurap-telentang. Dan juga dirangsang untuk meraih dan memegang mainan.

3-6 bulan: Ditambah dengan bermain “cilukba�, melihat wajah bayi dan pengasuh di cermin. Dirangsang untuk tengkurap, telentang bolak-balik dan duduk.

6-9 bulan: Ditambah dengan memanggil namanya, mengajak bersalaman dan tepuk tangan. Mulai membacakan dongeng, merangsang duduk dan dilatih berdiri berpegangan.

9-12 bulan: Ditambah dengan mengulang-ulang menyebutkan mama-papa, kakak. Memasukkan mainan ke dalam wadah, minum dari gelas, menggelindingkan bola. Sudah mulai dilatih berdiri dan berjalan dengan berpegangan.

12-18 bulan: Ditambah dengan latihan mencoret-coret menggunakan pensil warna, menyusun kubus, balok-balok, potongan gambar sederhana. Memasukkan dan mengeluarkan benda-benda kecil dari wadahnya, bermain dengan boneka, sendok, piring, gelas, teko, sapu, lap. Latihlah berjalan tanpa berpegangan, berjalan mundur, memanjat tangga, menendang bola dan melepas celana. Mengerti dan melakukan perintah-perintah sederhana (mana bola, pegang ini, masukan itu, ambil ini). Menyebutkan nama atau menunjukkan benda-benda.

18-24 bulan: Ditambah dengan menanyakan, menyebutkan dan menunjukkan bagian-bagian tubuh (mana mata? hidung? telinga? mulut? dll). Menanyakan gambar atau menyebutkan nama binatang dan benda-benda di sekitar rumah. Mengajak bicara tentang kegiatan sehari-hari (makan, minum, mandi, main, minta dan lain-lain), latihan menggambar garis-garis, mencuci tangan, memakai baju dan celana, bermain lempar bola dan melompat

2-3 tahun: Ditambah dengan mengenal dan menyebutkan warna, menggunakan kata sifat (besar-kecil, panas-dingin, tinggi-rendah, banyak-sedikit dan lain-lain). Menyebutkan nama-nama teman, menghitung benda-benda, memakai baju, menyikat gigi, bermain kartu, boneka, masak-masakan, mobil-mobilan. Menggambar garis, lingkaran, manusia. Latihan berdiri 1 kaki, buang air kecil dan besar di toilet.

3 tahun ke atas: Selain mengembangkan kemampuan-kemampuan umur sebelumnya, stimulasi juga diarahkan untuk kesiapan sekolah, antara lain: memegang pensil dengan baik, menulis, mengenal huruf dan angka, berhitung sederhana, mengerti perintah sederhana (buang air kecil/besar di toilet) dan kemandirian (ditinggalkan di sekolah), berbagi dengan teman-teman dan lain-lain. Perangsangan dapat dilakukan di rumah (oleh orangtua, pengasuh dan keluarga lainnya) namun dapat pula di Kelompok Bermain (Play Group), Taman Kanak-kanak atau sejenisnya.

Selamat mencoba dan terus berusaha….

Sunday, December 28, 2008

Toilet Training Sejak Dini

Hal yang menyebalkan sekaligus menggemaskan buat orangtua ketika anaknya buang air kecil atau buang besar di lantai yang sudah bersih. Atau pipis di kasur yang kain penutupnya bare diganti dengan yang bersih dan wangi. Akibatnya, cucian bekas ompol menumpuk yang seakan-akan menghantui Anda, karena tumpukan itu tidak pemah berkurang. Kalau bukan karena sayang anak dan sadar risiko menjadi orangtua ingin marah-marah terus rasanya.

Usia 3 Tahun Masih Wajar
Kebiasaan mengompol pada anak di bawah usia 2 tahun merupakan hal yang wajar, bahkan ada beberapa anak yang masih mengompol pada usia 4-5 tahun dan sesekali terjadi pada anak 7 tahun. Anak di bawah usia 2 tahun mengompol karma belum sempumanya kontrol kandung kemih atau toilet trainingnya.

Ada beberapa penelitian dan literatur yang menyebutkan kira-kira setengah dari anak umur 3 tahun masih mengompol. Bahkan beberapa ahli menganggap bahwa anak umur enam tahun masih mengompol itu wajar, walaupun itu hanya dilakukan oleh sekitar 12 % anak umur 6 tahun. Tapi, bukan berarti anak tidak diajarkan bagaimana cara benar untuk buang air kecil (BAK) dan buang air besar (BAB) yang benar dan di tempat yang tepat bukan? Karena kita juga harus memperhitungkan masa sekolah anak, di mana biasanya ketika sudah bersekolah ada tuntutan bagi anak untuk tidak lagi pipis sembarangan.

Toilet training merupakan cara untuk melatih anak agar bisa mengontrol buang air kecil (BAK) dan buang air besar (BAB). Dengan toilet training diharapkan dapat melatih anak untuk mampu BAK dan BAB di tempat yang telah ditentukan. Selain itu, toilet training juga mengajarkan anak untuk dapat membersihkan kotorannya sendiridan memakai kembali celananya, demikian menurut Siti Mufattahah, S.Psi; Psikolog dan staf pengajar dari Jurusan Psikologi Universitas Gunadarma, Depok.

Bisa Dimulai Sejak Usia 2 Bulan
Memang untuk mengajarkan toilet training pada anak gampang-gampang susah. Namun demikian sebagai orangtua tetap perlu mengajarkan pada anaknya. Untuk mengajarkan toilet training pada anak bisa dimulai sejak usia 1 sampai 3 tahun. Pada saat usia tersebut, si anak harus mampu melakukan toilet training. Jika si anak tidak mampu melakukan toilet training sendiri boleh jadi anak pernah mengalami hambatan.

Cara orangtua mendidik anaknya agar terbiasa untuk dapat pipis atau BAB sesuai waktunya, stimulasinya bisa dimulai sejak usia 2 bulan. Caranya, orangtua bisa memeriksa popoknya atau mengganti popoknya setelah basah. Karena orangtua sebagai orang yang terdekat dengan anaknya mengetahui kapan waktu anaknya BAK atau pun BAB.

Apabila anak sejak usia 2 bulan tidak mampu diajarkan toilet training, tidak ada salahnya anak diajarkan saat usia 1 tahun. Perlu diingat anak pada usia 1 tahun mengalami fase anal. Pada fase ini anak mencapai kepuasan melalui bagian anus. Fase kepuasan ini berhubungan dengan kebersihan dan jadwal kedisiplinan.

Jadi, seorang anak minimal sudah diajarkan sejak usia 1 tahun. Bila anak diajarkan ketika berusia lebih dari 3 tahun dikhawatirkan akan agak susah mengubah perilaku anak. Selain itu, bila anak sudah lebih dari 3 tahun belum mampu untuk toilet training, boleh jadi ia mengalami kemunduran. Karena pada saat usia 1 sampai 3 tahun ia belum mampu melakukan buang air sesuai dengan waktu dan tempat yang telah ditentukan. Akibatnya, anak bisa menjadi bahan cemoohan teman-temannya.

Anak usia 4 tahun yang tidak mampu BAK atau BAB sesuai waktu dan tempat yang telah disediakan boleh dianggap kurang wajar. Tetapi pada usia tiga tahun masih dianggap wajar bila BAK atau BAB di celananya. Namun begitu, bukan berarti orangtua membiarkan saja. Berilah pengertian pada anak bahwa cara yang dilakukan tidaklah tepat.

Masalah kemandirian anak BAK dan BAB boleh dikatakan tidak ada perbedaan antara anak wanita dan laki-laki. Biasanya anak wanita lebih penurut, maka ia akan lebih cepat diajarkan untuk toilet training dibanding anak laki-laki. Namun demikian untuk mengajarkan toilet training pada laki-laki pun harus bisa.

Tanda si Kecil Siap
Beberapa tanda si kecil siap melakukan toilet training:

1. Tidak mengompol beberapa jam sehari, atau bila ia berhasil bangun tidur tanpa mengompol sedikit pun, -
2. Waktu buang airnya sudah bisa diperkirakan,
3. Sudah bisa memberitahu bila celana atau popok sekali pakainya sudah kotor ataupun basah.
4. Tertarik dengan kebiasaan masuk k€e dalam toilet, seperti kebiasaan orang-orang lain di dalam rumahnya.
5. Minta untuk diajari menggunakan toilet.

Tahapan Toilet Training

Mengajarkan toilet training memerlukan beberapa tahapan:

Biasakan menggunakan toilet pada buah hati untuk buang air.
Mulailah dengan membiasakan anak masuk ke dalam WC. Latih si kecil untuk duduk di toilet meski dengan pakaian lengkap. saat si kecil sedang membiasakan diri di toilet, Anda dapat menjelaskan kegunaan toilet. Nah, agar si kecil tidak takut di toilet, Anda dapat menemaninya sambil membacakan buku atau menyanyikan lagu kesayangannya.

Lakukan secara rutin pada si kecil ketika terlihat ingin buang air.
Sejak si kecil terbiasa dengan toiletnya, ajaklah ia untuk menggunakannya. Biarkan ia duduk di toilet pada waktu-waktu tertentu setiap hari, terutama 20 menit setelah bangun tidur dan seusai makan. Bila pada waktu-waktu itu, si kecil sudah duduk di toilet namun tidak ingin buang air, ajak ia segera keluar dari toilet. Bila sekali-sekali ia mengompol, itu merupakan hal yang normal. Anda juga tak perlu khawatir dan memaksanya bila si kecil kadang-kadang mogok dan tak mau ke toilet.

Pujilah bila ia berhasil, meskipun kemajuannya tidak secepat yang anda inginkan
Bila si anak mengalami kecelakaan segera bersihkan dan jangan menyalahkannya. Jadilah model yang baik, agar si kecil lebih mudah mengerti. Contohkan padanya bagaimana menggunakan toilet sehari-hari.

Saturday, December 27, 2008

Aktivitas Seni, Rangsang Kreatifitas Anak

Sejak di play group atau taman bermain, anak umumnya sudah diperkenalkan pada kegiatan seni yang sederhana. Mulai dari mewarnai, menggambar atau membuat kolase atau tempel-tempelan. Tapi benarkah aktivitas seni merangsang daya kreatifitas anak? Apakah hanya kegiatan seni yang punya peran merangsang kreatifitas anak?

Alangkah bangganya Nadira pada perkembangan putrinya, Nalwa (4 tahun) yang kini sudah pandai mewarnai dengan rapi dan indah. Memang sejak usia 3 tahun, Nalwa sudah dimasukkan ke taman bermain yang kebetulan dekat rumah. Alasannya, agar Nalwa punya kegiatan dan tidak hanya ngendon di rumah yang tidak membuatnya kreatif.

Kini alasan itu terbukti. Jika Nalwa mewarnai fldak ada lagi wama yang keluar dari garisnya. Selain itu dia juga terlihat mahir memainkan padanan warna bahkan tebal tipis nya pun sudah dikuasainya. “Duhh… cantiknya gambar putri mama,” seru Nadira begitu Nalwa memperlihatkan gambar bunga dan kupu-kupu yang bare saja selesai diwamainya Sejak pandai mewarnai, dalam pandangan Nadira, banyak kemajuan yang telah di capai oleh Nalwa.

Jika melihat kertas kosong inginnya selalu menggambar. Tak hanya itu, Nalwa jarkan untuk berpikir dan mengolah masalah dari sudut seni yang tidak kaku, terbuka terhadap berbagai masukan, sehingga dapat menyelesaikan masalah dengan cara yang unik. “Seni mengajarkan anak pada keleluasaan cara berpikir, ide-ide kreatif hingga memandang sesuatu dari yang orisinal, bahkan kemampuan untuk mencari penyelesaian masalah atau problem solving,” urai Rosdiana.

Namun disayangkan Rosdiana, banyak orang yang hanya terpaku pada kegiatan seni saja untuk merangsang kreatifitas anak. Dukungan dari lingkungan, katanya, juga sangat berperan dalam membangun pondasi kreatifitas ini. “Kegiatan lain seperti olah raga, bela diri, dapat mengajarkan anak untuk mengendalikan emosi,” papar Rosdiana yang aktif di Klinik Mutiara Gading, Kelapa Gading, Jakarta Utara. Seri bela diri dapat mengolah emosi terutama bagi anak yang pemarah, tidak sabaran atau cengeng.

Seni bela diri seperti pencak silat atau taekwondo dan sejenisnya juga memiliki pengaruh besar dalam menyalurkan amarah dan rasa malu. Kedua seni ini sama-sama mengajarkan kebersamaan, kerja sama dan pengendalian diri.

Dengan dukungan dan rangsangan penuh dari lingkungan, maka kreatifitas anak akan muncul. Contohnya, jika anak memilih wama kuning atau coklat pada daun yang akan -diwamainya, jangan salahkan atau langsung menyuruhnya mengganti dengan warna hijau. Barangkali anak sedang berimajinasi bahwa tidak semua daun berwama hijau. Memaksanya untuk mengganti karena beranggapan bahwa wama daun harus hijau, sama artinya memasung kreatifitasnya. Pada akhirnya jika hal itu sering Anda lakukan, kreatifitas anak akan terhenti. “Malas ah, paling nanti mama akan menyalahkan.”

Banyak manfaat yang dapat diambil dari kegiatan seni. Manfaat tersebut tentunya akan berguna juga dalam kehidupan sehari-hari. Kesuksesan anak tidak hanya di ukur dari skor IQ yang tinggi saja. Kehidupan ini tidak di nilai oleh IQ tapi lebih pada kecerdasan seseorang dalam mengolah diri dan lingkungannya Oleh karena itu saran Rosdiana, amat menyedihkan jika anak yang cerdas tidak diberi sentuhan seni. Rosdiana mengakui berdasarkan penelitian, anak yang tumbuh tanpa dibarengi dengan kemampuan seni maka kehidupannya akan menjadi gersang. Anak menjadi kaku, ddak hanya dalam berinteraksi dengan lingkungan tapi juga dalam memandarig persoalannya. “Prosentase keberhasilan seseorang 77 hingga 80% ditentukan oleh Emosional Quation-baru selebihnya Intelegence Quation,” tegasnya. Jika penelitian berkata demikian akankah Anda berpikir sempit tentang ragam kreatifitas seni?