Wednesday, July 30, 2008

Hati-Hati Jajanan Anak

Masyarakat dinilai memiliki kewaspadaan yang rendah atas kualitas jajanan anak terutama di sekolah. Hal ini mengakibatkan anak-anak terancam mengidap penyakit mulai yang ringan sampai berbahaya.

Menurut Rizal Syarief, kepala Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Institut Pertanian Bogor (LPPM IPB), jajanan anak sekolah tidak selamanya bersih.

Sering kali jajanan terkontaminasi oleh bakteri dan asap kendaraan bermotor. Tidak sedikit pula pedagang yang menggelar barang dagangan yang menggunakan bahan kimia berbahaya. Anak-anak umumnya tidak mengetahui kandungan jajanan tersebut.

Apalagi dalam kemasan dan warna-warni yang menarik. ''Pedagang mengetahui bahan-bahan terlarang tapi mereka tidak mau melakukan karena konsumen tidak memberikan apresiasi,'' kata Rizal.

Barang dagangan yang menggunakan bahan-bahan yang aman cenderung lebih mahal. Pasalnya, bahan yang aman tersebut memiliki harga yang jauh lebih mahal dari bahan terlarang.

Namun ketika pedagang menggunakan bahan yang aman, hal ini tidak memberi nilai tambah bagi usaha mereka. Konsumen seolah bersikap masa bodoh dengan tidak memberikan apresiasi atas usaha berjualan sehat.

Dalam jajanan anak sering kali ditemukan bakteri atau bahan kimia yang dilarang. Misalnya saja bakteri Salmonella, Shigella, dan V cholerae. Bakteri ini menimbulkan gangguan pencernaan. Biasanya ditemukan dalam es batu. Sedangkan bahan kimia yang dilarang adalah Rhodamin B, Amaranth, dan Methanyl Yellow. Ini adalah zat pewarna tekstil. Tapi masih dipergunakan untuk memberi warna cerah pada jajanan itu.

Ia menambahkan, jajanan ini diminati anak-anak. Untuk jajanan yang berada dalam kemasan merek, lebih mudah dikontrol. Pasalnya tertera nama perusahaan, tanggal kadaluarsa, dan nomor registrasi dari Badan POM. Namun yang perlu mendapat perhatian lebih tajam adalah jajanan tanpa merek.

Anak-anak sebagai konsumen, kata Lamtasing Dasusta dari Direktorat Perlindungan Konsumen Direktorat Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Departemen Perdagangan (Depdag), perlu dilindungi hak-haknya. Saat ini Indonesia sudah memiliki UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.

Menurutnya perlu ada pembinaan terhadap pedagang makanan di sekolah-sekolah. Pembinaan ini dilakukan melalui jejaring instansi terkait, seperti sekolah, Badan POM, dan Depdag. Sosialisasi juga dilaksanakan di tingkat orang tua murid serta anak didik. Sehingga mereka mengetahui jajanan yang sehat dan pedagang pun bertanggung jawab.

No comments:

Post a Comment