Wednesday, July 16, 2008

Premanisme TV Terhadap Anak

Beberapa waktu lalu saya mendapat email atau PM yang isinya identik :

Mari dukung petisi "Tinjau Kembali Tayangan Idola Cilik dan Tayangan-tayangan yang Tidak Sesuai dengan Usia Anak di Televisi Nasional"

Di beberapa blog termasuk MP pun saya temukan tulisan-tulisan senada. Ada yang pro dan kontra memang. Ada yang menganggap acara Idola Cilik sebagai ajang pencarian bakat dan ada pula yang menganggap itu sebagai ekspolitasi anak untuk kepentingan komersial.

Saya pribadi cenderung berpikir tentang pendapat kedua. Tidak cuma Idola Cilik kok, melainkan banyak sekali program-program TV yang mengarah ke tujuan yang sama. Bolehlah kalo itu disebut pencarian anak berbakat, tapi sistem penjurian dengan SMS itu yang membuat aroma bisnisnya terasa kental. Apalagi keberanian TV menayangkan itu di prime time yang merupakan waktu paling mahal buat iklan.

Dari segi psikologis juga terasa sekali pemaksaan anak untuk berbuat, bersikap, berbusana dan berbudaya dewasa. Ini pemaksaan terhadap keindahan masa kanak-kanak. Jangan heran bila mereka akhirnya berani bertindak sebagaimana layaknya orang dewasa begitu menginjak masa remaja.

Lalu apa bedanya TV dengan preman yang saya lihat di pelataran Pasar Senen beberapa waktu lalu. Anak-anak di bawah umur dipaksa ngamen atau mengemis lalu sebagian besar hasilnya disetorkan preman yang punya kawasan.

Coba baca deh, ucapan Dirjen Pengembangan Destinasi Pariwisata (PDP), Sambudjo Parikesit yang mengatakan, semua pihak perlu meningkatkan kewaspadaan menyusul laporan hasil riset UNICEF yang menyebutkan ada sekitar 40.000 anak Indonesia menjadi korban eksploitasi komersial anak. Secara umum ada tiga macam kegiatan yang sering terjadi yakni prostitusi anak, pornografi anak dan perdagangan anak (trafficking).

Sosialisasi Undang-undang nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak yang disertai dengan penyedian hotline service atau tempat pengaduan harus lebih mudah diakses masyarakat jika terjadi kasus di lapangan. Dan harus bisa menjerat eksploitasi anak terselubung seperti pada kasus di berbagai program unggulan TV itu.

Yang mengherankan sebagai orang tua, kenapa harus bangga dengan pemerkosaan hak anak itu. Apakah orang tua hanya memikirkan popularitas yang sebelum waktunya. Kenapa pula harus bangga kalau anak kesayangannya masuk TV untuk acara tidak karuan itu, bukannya didukung untuk berprestasi di bidang akademis.

Apa sih indahnya jadi artis, kalau nyatanya moral hanya menjadi bagian terkecil porsinya dalam kehidupan kaum jetset itu. Berapa persenkah selebritis kita yang benar-benar berkualitas dan berapa persenkah yang hanya bisa menjual kebodohan-kebodohan individu mereka sekaligus mengajarkan bahwa kebodohan itu bisa dijadikan uang.

Alangkah nikmatnya menjual diri...

Dari Rawins.com


No comments:

Post a Comment